Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah saat ini terus berupaya menekan harga gas. Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah dengan impor. Ini sesungguhnya ironi mengingat kita sebenarnya memiliki sumber daya alam yang melimpah. Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi menilai bahwa upaya pemerintah dalam menekan harga gas dengan impor, adalah kesalahan besar.
Fahmy menegaskan kekeliruan dalam impor karena Indonesia memiliki sumber daya alam gas yang melimpah, menurutnya “konyol” jika sampai impor. Secara pragmatis memang bisa saja dapat harga gas yang lebih murah dari impor, sehingga harga turun, tapi yang terjadi jangka panjang adalah dampak buruk. Dampak buruk pertama adalah Indonesia akan menjadi ketergantungan impor gas industri karena murah, padahal kita memiliki sumber daya yang banyak. Kedua, Indonesia tidak akan bisa memiliki infrastruktur jaringan gas dalam jangka panjang. Fahmy menilai dampak buruknya adalah PGN akan menanggung kerugian dari dampak tersebut, sebab hanya perusahaan plat merah tersebut yang memiliki jaringan gas luas.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengajukan tiga hal untuk menuntaskan persoalan masalah harga gas untuk industri, salah satunya penghilangan porsi gas pemerintah. Kemudian, “Domestic Market Obligation” (DMO) bagi gas diberlakukan dan dapat diberikan kepada industri dan membebaskan impor gas untuk industry.
Lantas, menakar polemik menekan harga gas, upaya apa yang mesti dilakukan? Upaya mengimpor gas, apakah menjadi solusi jitu? Mendiskusikan ini, Radio Idola Semarang mewawancara Pengamat ekonomi energi dari UGM Yogyakarta dan Anggota Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas (2014-2015) Fahmy Radhi. (Heri CS)
Berikut wawancaranya:
Listen to 2020-01-13 Topik Idola – Fahmy Radhi byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2020-01-13 Topik Idola – Fahmy Radhi byRadio Idola Semarang on hearthis.at