Mencari Jalan Keluar Kemelut Kasus Jiwasraya?

Jiwasraya
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Bermula dari kesalahan investasi, PT Asuransi Jiwasraya kini dihadapkan pada kewajiban pengembalian dana nasabah mencapai Rp12,4 triliun. Dana itu merupakan akumulasi kewajiban pencairan klaim polis yang gagal dibayar perusahaan sampai periode Oktober-Desember 2019.

Perjalanan gagal bayar polis nasabah Jiwasraya mulanya ‘hanya’ sebesar Rp802 miliar pada Oktober 2018. Gagal bayar itu berasal dari polis jatuh tempo dari produk JS Saving Plan. Atas kemelut kasus PT Jiwasraya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan membentuk perusahaan induk (holding) untuk menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Perusahaan induk ini nantinya akan mendapatkan suntikan dana Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun. Menteri BUMN Erick Thohir, menyatakan, holdingisasi ini nanti akan ada cashflow kurang lebih Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun. Sehingga nasabah-nasabah yang selama ini tidak ada kepastian, akan ada cashflow bergulir karena tidak boleh disetop.

Namun Erick tidak menjelaskan secara rinci seperti apa bentuk perusahaan holding Jiwasraya tersebut. Jiwasraya saat ini dililit persoalan gagal bayar polis asuransi senilai Rp 12,4 triliun. Potensi kerugian itu timbul karena adanya tindakan melanggar prinsip tata kelola perusahaan. Dugaan tindak pidana korupsi juga sudah disidik oleh Kejaksaan Agung.

Jasa keuangan dan asuransi merupakan salah satu dari sekian lini usaha Kementerian BUMN. Selain Jiwasraya, perusahaan asuransi pelat merah antara lain PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero), PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero), dan PT Jasa Raharja (Persero). Sebelumnya, Kejagung menyebut skandal Jiwasraya berpotensi merugikan keuangan negara Rp13,7 triliun hingga Agustus 2019. Angkanya diperkirakan terus meningkat seiring dengan jalannya penyelidikan yang sedang berlangsung.

Kerugian itu salah satunya disebabkan kesalahan penempatan investasi. Manajemen lama Jiwasraya disebut-sebut banyak menempatkan investasi di saham dengan kinerja buruk dan tidak mengawasi pengelolaan reksa dana. Lebih detail, Jiwasraya menempatkan investasi di keranjang saham sebesar 22,4 persen atau Rp5,7 triliun. Mayoritas atau 95 persen ditempatkan di saham dengan valuasi rendah. Kemudian, 98 persen dari dana investasi di reksa dana atau Rp14,9 triliun ditempatkan di reksa dana berbasis saham. Namun, Jiwasraya membeli reksa dana di perusahaan manajer investasi dengan kinerja buruk.

Lantas, mencari jalan keluar kemelut kasus Jiwasraya, salah satu jalan keluar yang diwacanakan Pemerintah adalah akan membentuk Holding BUMN Asuransi. Cukupkah ini menjawab persoalan–mengingat tanggungan utangnya mencapai triliunan dan asetnya tak seberapa? Mendiskusikan ini, Radio Idola Semarang mewawancara Pengamat BUMN FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto. (Heri CS)

Berikut wawancaranya:

Artikel sebelumnyaMengapa China Ngotot mengklaim Natuna? Adakah Harta Karun di sana?
Artikel selanjutnyaCegah Jalan Rusak, Pemprov Jateng Imbau Sopir Truk Tidak Lebihi Muatan