Semarang, Idola 92,6 FM – Sejumlah industri skala besar, menengah hingga kecil yang ada di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo diberi waktu hingga 12 bulan ke depan untuk menghentikan aktivitas buang limbah ke Bengawan Solo. Termasuk, untuk memperbaiki instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan perusahaan-perusahaan yang ada di sepanjang Bengawan Solo itu, diduga sebagai penyebab tercemarnya air di sungai terpanjang di Pulau Jawa itu.
Ganjar menjelaskan, tim yang sudah dibentuk pemprov akan bekerja melakukan pengawasan kepada para pelaku industri sudah menjalankan kesepakatan atau tidak. Jika di lapangan masih ditemukan pelanggaran, maka langsung diambil tindakan hukum.
Menurutnya, kasus pencemaran limbah di Bengawan Solo masih kategori mengkhawatirkan. Sebab, air Bengawan Solo diambil beberapa PDAM kabupaten/kota sebagai sumber air baku.
“Mulai dari Wonogiri, Sragen, Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, Solo, Boyolali sampai Blora masing-masing ada titik-titik permasalahan. Yang kelas besar, menengah dan kecil. Memang yang kecil persoalan, seperti batik, tahu dan ciu itu persoalan karena mereka industri kecil. Maka saya pinjamkan IPAL, dan dari LHK mendukung. Mereka punya 71 peralatan yang bisa dipasang di beberapa titik, untuk mendeteksi secara dini,” kata Ganjar, kemarin.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng Hadi Santoso menyatakan, tercemarnya Bengawan Solo menjadi dasar bahwa penataan lahan industri di provinsi ini belum beres. Terutama, di wilayah eks Karesidenan Solo dengan menempatkan banyak industri di sepanjang Bengawan Solo.
Oleh karena itu, jelas Hadi, pemprov harus serius di dalam menata kawasan industri untuk mencegah terjadinya pencemaran akibat buangan limbah.
“Ada beberapa masukan, dan juga sudah sempat booming di media terkait dengan pencemaran air. Memang saat ini, problem yang terjadi adalah aspek koordinasi pengelolaan ini masih menjadi yang utama. Kenapa begitu? Karena penempatan industri-industri yang ada di kawasan Bengawan Solo, sebagian besar berdekatan dengan badan sungai,” ujar Hadi.
Hadi berharap, ke depan perusahaan-perusahaan juga bisa mematuhi aturan dan tata cara membuang limbah. Yakni, mengolah terlebih dulu di IPAL dan kemudian jika sudah nyatakan aman bagi lingkungan bisa dibuang. (Bud)