Semarang, Idola 92.6 FM – Para pemilik rumah makan dan peternak ayam di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, diketahui banyak menggunakan elpiji bersubsidi ukuran tiga kilogram. Penggunaan elpiji yang tidak tepat sasaran itu, disinyalir menjadi penyebab dari munculnya kelangkaan barang bersubsidi di tingkat masyarakat.
Unit Manager Communication & CSR Pertamina MOR IV Andar Titi Lestari mengatakan di daerah eks Karesidenan Magelang maupun eks Karesidenan Surakarta, yang paling banyak adalah pemilik rumah makan. Sementara, peternak ayam yang juga diketahui banyak menggunakan elpiji bersubsidi ada di wilayah Sragen dan Wonogiri.
Menurutnya, sejak April sampai pertengahan Agustus 2019 pihaknya menemukan 245 tabung ukuran tiga kilogram yang dipakai masyarakat tidak berhak atau kalangan mampu. Terutama, pemilik rumah makan dan peternakan ayam.
Andar menjelaskan, pihaknya bersama sejumlah pihak terkait terus melakukan inspeksi mendadak ke beberapa titik yang dicurigai memanfaatkan elpiji bersubsidi. Bahkan, rumah makan yang diketahui memakai elpiji melon dan tidak mau beralih ke nonsubsidi akan ditempeli striker penanda tidak berhak menggunakan elpiji bersubsidi.
“Rumah makan dan usaha peternakan ayam itu, memang sering kedapatan menggunakan elpiji bersubsidi. Kami menemukan ada di daerah Boyolali, kemudian di Sragen dan Wonogiri. Selain itu, pelaku usaha non-UKM juga banyak yang kedapatan memakai gas bersubsidi, misalnya usaha laundry. Jadi, pada saat kita sidak itu teman-teman dari Hiswana sudah menyiapkan tabung 5,5 kilogram buat sosialisasi trade in,” kata Andar di sela diskusi mengenai mekanisme distribusi elpiji bersubsidi tepat sasaran di Hotel Grand Artos Magelang, Kamis (29/8).
Berkaitan dengan masih banyak temuan pelaku usaha menggunakan elpiji bersubsidi, jelas Andar, pihaknya tidak bisa memberikan sanksi. Hanya saja, pihaknya terus berulang kali memberi imbauan untuk mau beralih ke nonsubsidi.
“Kita engga ada sanksi, hanya ngasih imbauan saja. Kita edukasi masyarakat, kita ajak mau menukar elpiji bersubsidi miliknya ke yang nonsubsidi,” jelasnya.
Ketua Hiswana Migas Eks Karesidenan Kedu, Sutarto Murti Utomo menambahkan, memang diakui banyak masyarakat mampu yang masih mengonsumsi elpiji bersubsidi. Bahkan, jumlahnya bisa lebih banyak dari masyarakat miskin. Akibatnya, masyarakat yang berhak menggunakan elpiji bersubsidi kesulitan mendapatkan elpiji melon itu karena habis diborong kalangan mampu.
Menurutnya, sebenarnya tidak ada kelangkaan tetapi yang terjadi sebenarnya adalah distribusi tidak tepat sasaran.
“Kita mencoba mendidik masyarakat untuk menjadi orang-orang yang sadar, barang-barang bersubsidi itu adalah miliknya orang-orang miskin. Kita mendidik masyarakat mampu untuk tidak pakai itu lagi. Ini tugas kita bersama, istilahnya membantu pemerintah,” ucap Sutarto.
Dirinya berharap, dengan semakin banyak masyarakat mampu yang sadar tidak menggunakan elpiji bersubsidi, maka tidak akan ada lagi informasi kelangkaan elpiji ukuran tiga kilogram di tengah masyarakat. (Bud)