Semarang, Idola 92.6 FM – Indeks Negara Rentan yang dikeluarkan The Fund for Peace menunjukkan daya tahan Indonesia dalam menghadapi berbagai tekanan yang muncul terus meningkat. Indonesia memiliki daya tahan yang semakin baik dalam menghadapi berbagai tekanan social, politik, dan ekonomi yang dapat mendestabilisasi Negara.
Namun, keluhan yang muncul di masyarakat dan fragmentasi di tingkat elite menjadi persoalan yang mendesak segera diatasi untuk mencegah Indonesia tergelincir menjadi Negara gagal. Membaiknya daya tahan Indonesia ini antara lain tergambar dalam Indeks Negara Rentan yang dirilis The Fund for Peace beberapa waktu lalu.
Tahun 2019, Indeks Indonesia adalah 70,4 membaik jika dibandingkan dengan 2018 yang ada di angka 72,3 persen. Semakin kecil angka yang didapat sebuah negara berarti semakin tahan menghadapi tekanan. Dari 178 negara yang diteliti pada tahun ini, Yaman menjadi negara paling rentan atau ada di peringkat pertama dengan skor 113,5. Adapun Finlandia berada di peringkat ke-178 atau merupakan Negara yang paling tidak rentan dengan skor 16,9. Sementara Indonesia menempati peringkat ke-93.
Lantas, Indeks Negara Rentan yang dikeluarkan The Fund for Peace menunjukkan daya tahan Indonesia dalam menghadapi berbagai tekanan yang muncul terus meningkat. Apa ini artinya bagi kita? Di sisi lain, muncul keluhan di masyarakat tentangan adanya polarisasi, fragmentasi di tingkat elite yang dinilai menjadi ancaman persoalan yang mendesak segera diatasi agar Indonesia tidak tergelincir menjadi Negara gagal. Bagaimana mengatasi hal tersebut?
Melihat situasi terkini, dimana polarisasi dan tensi politik masih belum mereda dan cenderung terus bergejolak—apa yang terjadi dengan sebagian elit kita? Kenapa mereka seolah lupa ada yang lebih penting dari gesekan politik yang berbeda? Apa kunci kita bisa keluar dari situasi semacam ini agar Daya Tahan Indonesia betul-betul kokoh dan kuat secara mendasar ke akarnya? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Direktur Riset Setara Institute dan dosen Fakultas Ilmu Sosial UNY Halili. (Heri CS)
Berikut wawancaranya: