Semarang, Idola 92.6 fM – Pemerintah Indonesia membawa dinamika terkait isu kelapa sawit dengan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pemerintah juga mempertimbangkan untuk memboikot produk-produk Uni Eropa seperti kendaraan roda empat dan pesawat terbang. Dikoordinasikan oleh Kementerian Luar Negeri baru-baru ini pemerintah menggelar penjelasan kepada media dengan topic diskriminasi UE atas kelapa sawit. Menko Perekonomian Darmin Nasution didampingi Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir. Pemerintah juga mengundang wakil dari perusahaan-perusahaan asal UE yang beroperasi di Indonesia.
Sebelumnya, Indonesia kecewa karena UE dinilai telah memproteksi secara berlebihan komoditas minyak nabatinya yang dihasilkan dari biji bunga matahari dan rapeseed. Pada 13 Maret 2019, Komisi Eropa—organ eksekutif UE—mengeluarkan Delegated Act Arahan Energi Terbarukan (RED) II. Dokumen RED II antara lain berisi tidak direkomendasikannya minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan bakar nabati di wilayah UE. Dokumen RED II berpotensi menggolongkan CPO dalam kelompok tanaman pangan berisiko tinggi terhadap alih fungsi lahan secara tidak langsung (ILUC) yang berakibat pada pembatasan penggunaannya. Ekspor CPO Indonesia pun terancam.
Diketahui, saat ini, 20 juta warga Indonesia yang memperoleh penghasilan secara langsung dan tak langsung dari industry kelapa sawit. Industri sawit berkontribusi hingga3,5 persenterhadap produk domestic bruto Indonesia. Lantas, menyikapi kebijakan Uni Eropa, apa tindakan yang mestinya diperlukan pemerintah? Wacana boikot produk Uni Eropa, efektifkah?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan Pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Dr Fadhil Hasan. (Heri CS)
Berikut diskusinya:
Listen to 2019-03-22 Topik Idola – Dr Fadhil Hasan byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2019-03-22 Topik Idola – Dr Fadhil Hasan byRadio Idola Semarang on hearthis.at