Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 berpotensi mewariskan kisah kelam di kalangan anak muda, terutama mereka yang aktif di media sosial. Keberanian menyatakan dukungan pada salah satu calon diikuti pemyematan identitas yang menyebalkan.
Mereka yang mendukung Jokowi-Maaruf Amin dilabeli ‘Cebong’. Mereka yang berani mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga Uno mendapat label ‘Kampret’. Lambat laun pelabelan ini membuat anak muda mengalami segresi sosial hingga muncul pengotakkan individu maupun kelompok.
Cebong dan kampret dianggap haram mengkritik calon yang dipilihnya. Media sosial jadi ladang tempur Tesis-Antitesis hingga apologi dua pendukung. Efeknya domino, masyarakat terjebak pada sosok, bukan apa yang dibicarakan. Apapun yang keluar dari mulut calon itulah yang benar, pertempuran gagasan lenyap. Tak heran sempat muncul istilah “yang penting Jokowi” atau “Pokoknya Prabowo”.
Di tengah situasi yang mengancam kebhinekaan ini, muncul aplikasi ‘Pantau Bersama’ yang resmi diluncurkan 8 Februari 2019 lalu. Sabrang Mawo Damar Panuluh, yang akrab disapa Noe, menginisiasi aplikasi yang sudah bisa diunduh di Playstore maupun Applestore ini.
Aplikasi ini dibuat vokalis Letto ini untuk mendorong anak muda memilih pemimpinnya secara rasional dan menjauhkan anak muda pada pandangan politik identitas dan ketokohan. “Kami ingin mengubah dari memilih karena emosi menjadi rasional. Mendorong anak muda memilih karena ingin, berdasar logika,” tutur Noe. (Des/krjogja)