Pendidikan Mitigasi Bencana, Sudahkah Secara Masif dan Berkala Diajarkan di Dunia Pendidikan Kita?

Semarang, Idola 92.6 FM – Indonesia secara geografis terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia: Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Pada posisi itu, Indonesia tidak bisa mengelak sebagai negeri rawan bencana. Untuk itu, yang bisa dilakukan adalah berusaha hidup harmoni dengan bencana serta bersiasat untuk memperkecil dampaknya.

Dalam konteks ini, maka penting dilakukan mitigasi bencana. Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia berdasar data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR). Tingginya posisi Indonesia ini dihitung dari jumlah manusia yang terancam risiko kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi.

Merujuk pada BBC Indonesia, Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, menyatakan, Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, dan gunung berapi. Indonesia juga menduduki peringkat tiga untuk ancaman gempa serta enam untuk banjir.

Namun dibandingkan negara-negara lain tsunami memang merupakan ancaman yang paling mengkhawatirkan, dengan jumlah penduduk yang terpapar atau memiliki risiko tertinggi terhadap bencana sekitar 5,4 juta orang. Bagi Indonesia ancaman yang lebih besar justru datang dari gempa bumi yang mengancam sekitar 11 juta penduduk serta banjir yang mengancam setidaknya 1 juta penduduk.

Lantas, melihat potensi ancaman bencana ini, sudahkah pemerintah secara serius melakukan mitigasi bencana yang komprehensif? Metode seperti apa yang efektif dalam upaya mitigasi bencana di lingkungan pendidikan? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Kaprodi Sastra Jepang Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) Semarang yang juga mantan Associate Professor for Cultural Studies di Nagoya University Jepang Prof Andy Bangkit Setiawan, M.A., Ph.D. (Heri CS)

Berikut wawancaranya:

Ikuti Kami di Google News