Menakar Implikasi “Gencatan Senjata” Perang Dagang AS dan China, Bagaimana Indonesia Memanfaatkan Kesempatan Sempit ini?

Semarang, Idola 92.6 FM – Perang dagang antara Amerika Serikat dan China dalam beberapa waktu belakangan ini ditengarai menjadi salah satu faktor eksternal yang membuat pontang-panting negara-negara di dunia. Ketagangan di antara dua Negara itu, menjadi salah satu pemicu ketidakpastian ekonomi global—termasuk bagi Indonesia.

Namun, untuk sementara waktu—negara-negara yang tengah guncang ekonominya bolehlah menghela nafas panjang. Perang dagang antara AS dan China mereda. Selama 90 hari, AS bersedia untuk tidak menaikkan tarif atas berbagai produk impor asal China. Kesepakatan dicapai dalam pertemuan bilateral yang dipimpin Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Buoenos Aires Argentina Sabtu lalu. Pertemuan yang berlangsung di sela-sela Konfrensi Tingkat Tinggi G-20 ini sangat dinantikan banyak negara.

Sebelum kesepakatan dicapai, Washington merencanakan menaikkan tarif atas produk impor asal China senilai 200 miliar dollar AS dari 10 persen menjadi 25 persen mulai 1 Januari 2019 mendatang. Namun, berkat kesepakatan di Buenos Aires, rencana itu ditangguhkan selama 90 hari. Kedua Negara selanjutnya akan menggelar negosiasi guna menyelesaikan sejumlah perbedaan di antara mereka.

Terkait dengan ini, pasar memberikan respons positif atas “gencatan senjata” 90 hari AS-China. Pasar saham dunia naik hampir 1 persen dan mendorong mata uang negara-negara berkembang membaik terhadap dollar AS. Meskipun demikian, kita belum boleh bersuka hati. Suasana penuh harapan ini bisa beralih kembali menjadi suram jika China dan AS gagal menyelesaikan perbedaan di antara mereka dalam jangka waktu yang sudah disepakati. Tekanan terhadap perekonomian Negara-negara dan kawasan akibat perang dagang AS-China akan kembali terjadi.

Lantas, Menakar Implikasi “Gencatan Senjata” Perang Dagang AS dan China, bagaimana Indonesia memanfaatkan kesempatan yang relatif sempit ini? Apa implikasinya bagi perekonomian kita? Mampukah Indonesia memanfaatkan dan mengoptimalkan momentum ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Adhi S. Lukman (Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMI) dan Eko Listiyanto (Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). (Heri CS)

Berikut diskusinya:

Ikuti Kami di Google News