Menguatnya Dolar AS terhadap Rupiah, Bagaimana Mestinya Pemerintah Memanfaatkan Momentum ini bagi Ketahanan Pangan Lokal?

Semarang, Idola 92.6 FM – Penyediaan bahan makanan berbasis impor menghadapi persoalan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Tantangan juga muncul dari cuaca ekstrem yang menurunkan pasokan pangan global. Hal ini seharusnya menjadi momentum untuk lebih serius mengembangkan keberagaman pangan lokal.

Melansir Kompas (17/09/2018), Guru Besar Fakultas Pertanian Institute Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah ini akan berpengaruh terhadap penyediaan pangan nasional terutama yang berbasis gandum yang seluruhnya dari impor. Selain impor gandum, Indonesia juga masih tergantung pada impor beras.

Andreas yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia ini mengatakan, penurunan konsumsi beras secara nasional 200 ribu ton per tahun. Namun, penurunan konsumsi beras ini digantikan dengan peningkatan konsumsi gandum yang mencapai 150 ribu setiap tahun atau tumbuh sekitar 0,6 persen. Proporsi gandum sebagai pangan pokok pun telah meningkat dari 21 persen pada 2015 menjadi 25,4 persen pada 2017. Padahal, 100 persen gandum kita dari impor.

Lantas, dalam konteks ini, benarkah ini bisa menjadi momentum isu ketahanan pangan lokal kita—jika bisa bagaimana caranya? Kebijakan seperti apa yang mestinya dilakukan pemerintah? Sudahkah ada upaya untuk mensubtitusi produk pangan impor kita? Regulasi seperti apa yang mendukung hal ini? Bagaimana pula upaya mengembangkan diversifikasi pangan dari sumber lokal? Apa sesungguhnya yang menjadi kendalanya? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Guru Besar Fakultas Pertanian IPB/ Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesis (AB2TI) Prof Dwi Andreas Santosa, MS. [Heri CS]

Berikut wawancaranya:

Ikuti Kami di Google News