Semarang, Idola 92.6 FM – Di tengah upaya masif memberantas korupsi, KPK kembali terancam dilemahkan. Hal ini terkait dengan dimasukkannya delik korupsi dalam RUU KUHP. Sejumlah elemen masyarakat pun terus menyampaikan dukungan pada KPK untuk menolak delik korupsi dimasukkan dalam RUU KUHP. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi misalnya, membuat petisi dengan judul ‘KPK Dalam Bahaya, Tarik Semua Aturan Korupsi dari RKUHP!’. Hingga Selasa (5/6/2018), telah didukung oleh 53.214 orang.
Diketahui, dalam draf RKUHP terdapat enam pasal yang diadopsi langsung dari pasal-pasal di Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Bila pasal-pasal ini lolos, maka yang paling terkena imbas adalah KPK. KPK bakal tak punya lagi kewenangan penindakan dan penuntutan. Pada akhirnya KPK hanya akan menjadi komisi pencegahan korupsi.
Saat ini, RUU KUHP masih terus digodok oleh DPR RI bersama Pemerintah. Setidaknya, ada 3 yang dinilai berpotensi melemahkan KPK dan upaya pemberantasan korupsi. Pertama, kewenangan penyelidikan dan penyidikan tipikor akan beralih ke Kejaksaan dan kepolisian.
Kedua, RKUHP berpotensi membuat Pengadilan Tipikor mati suri. Sebab, dalam Pasal 6 UU No 46 tentang Pengadilan Tipikor, institusi tersebut diberi kewenangan memeriksa dan mengadili perkara tipikor sebagaimana diatur dalam UU tipikor. Namun, jika tipikor diatur dalam RKUHP, maka kasus diadili di pengadilan umum.
Ketiga, delik tipikor dalam RKUHP justru menguntungkan koruptor karena ancaman hukuman bagi koruptor di Pasal 687 RKUHP lebih rendah dari UU Tipikor. Jumlah denda dalam RKUHP yang digolongkan dalam kategori 2 juga lebih rendah.
Terkait dengan ini, KPK juga sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo—bahkan hingga 5 kali. Dengan harapan supaya delik korupsi tidak dimasukkan dalam RUU KUHP. Namun surat tersebut masih belum berbalas. Belum ada respons dari Presiden.
Lantas, di tengah upaya pelemahan dalam pemberantasan korupsi dengan dimasukkannya delik korupsi dalam RKUHP, bagaimana menyelamatkan KPK? Ada apa sebenarnya dibalik kengototan DPR dan pemerintah memasukkan delik korupsi dalam RKUHP? Upaya apa pula yang bisa dilakukan civil society dalam upaya berdiri bersama dalam barisan mendukung KPK?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Arsul Sani (anggota Panja RUU KUHP dari Fraksi PPP) dan Prof Hibnu Nugroho (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto). [Heri CS]
Berikut diskusinya:
Listen to 2018-06-06 Topik Idola – Arsul Sani byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2018-06-06 Topik Idola – Arsul Sani byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2018-06-06 Topik Idola – Prof. Hibnu Nugroho byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2018-06-06 Topik Idola – Prof. Hibnu Nugroho byRadio Idola Semarang on hearthis.at