Semarang, Idola 92.6 FM – Semarang, Seluruh nelayan di Indonesia diwajibkan mengganti alat tangkap cantrangnya dengan yang ramah lingkungan. Hal itu sesuai dengan peraturan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Namun, penggunaan alat tangkap cantrang dibatasi hingga akhir Desember 2017 mendatang.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang Zaenal mengatakan anjuran mengganti alat tangkap cantrang itu, seharusnya diikuti dengan kebijakan pemerintah lain dalam hal pembantuan subsidi atau permodalan. Karena, mengganti alat tangkap cantrang tidak mudah dan tidak murah harganya.
Kalau memang pemerintah mengarahkan dan meminta nelayan yang memiliki alat tangkap cantrang mengganti perantinya, jelas Zaenal, maka harus diberi bantuan modal penggantian. Sehingga, tidak hanya dibebankan kepada nelayan.
”Berbicara dengan alat tangkap ramah lingkungan, kami sepakat. Tapi kemudian, yang menjadi isu menarik adalah bagaimana bisa penggantiannya. Artinya, tidak merugikan masyarakat (nelayan). Tapi juga harus diberi alternatif alat penggantinya yang ramah lingkungan, agar memiliki produktivitas sama dengan sebelumnya. Itu saya kira menjadi sesuatu yang penting,” kata Zaenal.
Lebih lanjut Zaenal menjelaskan, apabila pemerintah turun tangan dan mau membantu nelayan dalam penggantian alat tangkap cantrang ke alat tangkap ramah lingkungan perlu adanya pendataan. Sehingga, bantuan yang diberikan kepada pemerintah tidak salah sasaran.
Skrim Kredit Bagi Nelayan
Sementara, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Tengah Lalu M. Syafriadi menyatakan nelayan yang mau beralih alat tangkapnya dari cantrang ke ramah lingkungan, pemprov sudah menyiapkan sejumlah skim kredit di perbankan. Khususnya adalah Bank Jateng. Misalnya dengan skim kredit Mitra 25 atau kredit lain sesuai dengan kemampuan masing-masing nelayan.
Upaya yang dilakukan pemerintah di dalam membantu nelayan bisa beralih ke alat tangkap ramah lingkungan, jelas Syafriadi, adalah melalui program sertifikat hak atas tanah (Sehat) nelayan. Sehingga, aset yang dimiliki nelayan berupa tanah itu dilakukan sertiifikasi agar mempunyai kekuatan hukum dan bisa dijadikan agunan di perbankan.
Syafriadi menjelaskan, dengan adanya kemudahan dalam hal pengajuan kredit untuk mengganti alat tangkap cantrang, diharapkan akhir tahun ini semua nelayan di Jawa Tengah sudah beralih ke alat tangkap ramah lingkungan.
”Pak Gubernur simple cara berpikirnya, bagaimana menjadwalkan ulang kredit yang diajukan nelayan di Jawa Tengah. Makanya, ada skim kredit khusus. Bisa jadi tenorya diperpanjangkah atau cicilannya lebih murah,” jelas Syafriadi.
Lebih lanjut Syafriadi menjelaskan, pemprov tetap berkomitmen untuk membantu nelayan yang akan mengalihkan alat tangkapnya sesuai kebijakan dari pemerintah.
Pemkab Pati Usulkan Penundaan Cantrang
Terpisah, Bupati Pati Haryanto mengatakan para nelayan di wilayahnya masih banyak yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan atau cantrang. Jumlahnya masih cukup banyak, dan tersebar di sejumlah wilayah perairan di Kabupaten Pati. Misalnya di Kecamatan Juwana, Batangan dan Tayu.
Menurut Haryanto, dirinya kerap mendapat informasi dan keluhan dari nelayan untuk meminta pemerintah pusat menunda pelarangan penggunaan cantrang hingga nelayan siap melakukan penggantian.
Oleh karena itu, diperlukan adanya kebijakan yang lebih berpihak kepada nelayan kecil dalam hal penggantian alat tangkap cantrang.
”Banyak yang ngomong ke saya, pak ini bagaimana sudah mau Desember. Batas waktu dari pemerintah pusat mau habis, tolong disampaikan ke pemerintah pusat agar ditunda lagi,” ujar Haryanto.
30 Persen Nelayan Juwana Masih Pakai Cantrang
Kepala Urusan Teknik Lelang TPI Unit II Juwana Win Ice Setyo Edi menambahkan, yang sudah beralih dari alat tangkap cantrang, adalah para nelayan dengan kapal di atas 30 Gross Ton (GT). Khusus nelayan di Juwana, ada perbedaan antara nelayan di TPI Unit I dengan Unit II.
Para nelayan di TPI Unit I, jelas Win, alat tangkap yang dipakai adalah purse seine. Sebab, ikan tangkapannya lebih besar dibanding Unit II Juwana. Yakni ikan tuna, tengiri, manyung dan ikan-ikan besar lainnya.
Sedangkan nelayan di TPI Unit II, alat tangkapnya lebih kecil karena ikan tangkapannya juga kecil. Yakni, ikan pindang dan lempuru. Sehingga, jaring yang dipakai adalah gill net atau jaring insang dan dianggap ramah linkungan.
Sampai dengan saat ini, lanjut Win, hampir 70 persen nelayan di Juwana sudah beralih dari alat tangkap cantrang ke ramah lingkungan.
”Sudah ada nelayan yang beralih alat tangkap yang dari cantrang ke yang dibolehkan pemerintah. Yaitu, gill net. Sekarang tinggal 40-50 unit kapal nelayan yang belum ganti alat tangkapnya,” kata Win.
Diwartakan sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyiapkan pengganti alat tangkap cantrang. Yakni Gill net, atau jaring vertikal penangkap ikan. Namun, tidak semua nelayan mendapatkan Gill net. (Bud)