Rembang, Idola 92.6 FM – Era keterbukaan informasi dan tehnologi sekarang ini, terkadang disalahgunakan kelompok masyarakat dan cenderung kebablasan. Padahal, kemajuan informasi dan tehnologi yang ada, seharusnya bisa dijadikan alat memersatukan bangsa. Pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian itu disampaikan, saat menggelar Safari Ramadan di rumah Kiai Haji Mustofa Bisri atau Gus Mus, di Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin Rembang, Selasa (6/6) malam.
Kapolri mengatakan, sekarang ini seluruh warga negara harus benar-benar menerapkan demokrasi Pancasila yang didasarkan pada prinsip kebhinnekatunggalikaan. Artinya, meski berlatar belakang berbeda suku, agama dan ras, namun dipersatukan dalam ikatan Bangsa Indonesia. Ikatan itu yang dulu pada 1928, saat para pendiri bangsa mendeklarasikan Sumpah Pemuda dan menepikan perbedaan-perbedaan itu, dan mengikatnya dalam satu karakter, yaitu bangsa indonesia.
Namun, jelas kapolri, dengan keterbukaan saat ini, masyarakat mulai disuguhkan dengan unsur-unsur primordialisme yang mulai mengental kembali.
“Orang mulai membicarakan keagamaan sendiri, membicarakan masalah ras dan kesukuan. Ini yang tidak boleh. Ini adalah dampak keterbukaan. Kita perlu waspadai dampak negatifnya, jangan sampai keterbukaan ini diartikan sebebas-bebasnya,” kata kapolri.
Lebih lanjut Tito memberi contoh, banyaknya media sosial yang menampilkan konten profokatif dengan mengatasnamakan kebebasan dan kemudian melanggar aturan. Oleh karena itu, Polri bersama TNI dan pemerintah daerah perlu bersinergi dengan para ulama. Sebab, para ulama memiliki kelebihan-kelebihan sendiri dan kemampuan mendekati masyarakat.
Terkait dengan media sosial yang provokatif itu, lanjut kapolri, pihaknya memerkuat kekuatan cyber untuk melakukan internet patrol. Namun demikian, dirinya tetap mengimbau masyarakat bisa melakukan antisipasi dini, agar tidak terpancing dengan konten media sosial yang provokatif. (Bud)