Menyoroti Wacana Koalisi Permanen Pasca-penghapusan Presidential Threshold

ilustrasi

Semarang, Idola 92.6 FM – Pasca-penghapusan presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden), wacana koalisi permanen hingga 2029 untuk menjaga stabilitas politik dan mengawal program pemerintahan Prabowo Subianto mengemuka. Dalam acara silaturahmi di kediaman Presiden Prabowo di Hambalang, Jawa Barat, baru-baru ini, Prabowo mengajak para elite partai politik pendukung pemerintahannya yang tergabung dalam KIM Plus untuk membentuk koalisi permanen, hingga 2029.

KIM Plus merupakan gabungan partai pendukung Prabowo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Di antaranya Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Golkar, plus tiga partai nonpendukung Prabowo di Pilpres 2024: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Lalu, seberapa menarik wacana koalisi permanen bagi partai anggota koalisi setelah penghapusan presidential threshold–mengingat mereka kini bisa mengajukan calonnya sendiri? Di samping itu, meski koalisi permanen dapat menjaga kesinambungan pembangunan akan tetapi apakah biayanya tidak terlalu mahal karena seperti ‘menutup kemungkinan terjadinya ‘suksesi’ yang diperlukan sebagai penyesuaian, dalam menghadapi tantangan zaman?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Profesor Riset bidang politik BRIN, Prof Firman Noor dan Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit)/ komisioner KPU periode 2012-2017, Hadar Nafis Gumay. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News