Semarang, Idola 92.6 FM – Melalui Revisi Undang-undang tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dalam rapat paripurna DPR RI beberapa waktu lalu, pemerintah menggagas Badan Pengelola Investasi, “Daya Anagata Nusantara” (Danantara). Lembaga ini diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto untuk mengoptimalkan nilai ekonomi BUMN guna mempercepat transformasi ekonomi nasional.
Danantara secara resmi menjadi pengendali dan pengelola BUMN di Indonesia dengan total aset yang mencapai Rp 10.000 triliun. Pembentukan Danantara bertujuan untuk meningkatkan tata kelola BUMN agar lebih optimal. Nantinya, Danantara akan mengelola seluruh perusahaan milik negara, termasuk tujuh BUMN besar, yaitu Pertamina, Mind ID, PLN, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, dan Telkom Indonesia.
Menteri BUMN, Erick Thohir, menjelaskan bahwa pembentukan Danantara bertujuan untuk mengkonsolidasikan pengelolaan BUMN serta mengoptimalkan pengelolaan dividen dan investasi. Langkah ini juga diharapkan dapat membantu pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 8%.
Berdasarkan Undang-Undang BUMN, Danantara memiliki kewenangan untuk mengelola dividen BUMN yang sebelumnya disetorkan ke kas negara. Tahun ini, pemerintah memproyeksikan dividen BUMN mencapai Rp90 triliun. Di sisi lain, pemerintah juga akan memberikan suntikan modal minimal Rp1.000 triliun kepada Danantara.
Lalu, bagaimana memastikan agar hadirnya Danantara ini betul-betul dapat mengoptimalkan nilai ekonomi BUMN seperti yang diharapkan Presiden Prabowo? Apa saja tantangannya?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Esther Sri Astuti PhD (Direktur Eksekutif INDEF), Prof Ari Kuncoro (Ekonom Universitas Indonesia), dan Prof Rahma Gafmi (Ekonom/Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: