Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada saat ini seakan menjelma menjadi “Musuh Dunia” setelah menetapkan Tarif Resiprokal kepada seluruh negara, termasuk negara sekutunya sendiri, seperti Uni Eropa, Australia, dan Kanada. Selain menetapkan tarif tinggi kepada negara-negara yang mencatatkan surplus tinggi dengan AS, Donald Trump juga mengenakan tarif dasar dan bea masuk atas barang-barang dari lebih 180 negara termasuk Indonesia. Tarif yang dibebankan kepada Indonesia sebesar 32 persen.

Dengan kebijakan ini, maka semua barang dari Indonesia yang masuk ke AS dikenai tarif sebesar 32%. Akibatnya, barang-barang dari Indonesia akan sulit bersaing karena harganya jadi semakin mahal.

Menyikapi tarif yang dikenakan pada produk-produk Indonesia, Presiden Prabowo Subianto mengutus tiga perwakilan RI untuk bernegosiasi dengan pemerintahan Amerika Serikat. Ketiga perwakilan itu, adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri Sugiono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Presiden juga menyampaikan, Indonesia juga membuka peluang untuk mencari pasar ekspor baru usai penetapan tarif resiprokal oleh AS kepada produk Indonesia. Prabowo tak menampik bahwa akibat penetapan tarif baru itu akan berdampak berat terhadap industri dalam negeri terutama sektor tekstil, garmen, hingga furniture. Makanya, Indonesia harus berani membuka pasar baru di negara-negara lain.

Lalu, apa saja ancaman bagi Indonesia dari kebijakan tarif ala Presiden AS Donald Trump? Bagaimana cara kita memitigasi? Bagaimana kita membaca respons pemerintah Indonesia terhadap perang dagang ala Trump? Apa saja langkah efektif yang diperlukan untuk meredam guncangan yang ditimbulkan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Ari Kuncoro (Ekonom Universitas Indonesia), Yusuf Rendy Manilet (Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia), dan Dradjad Wibowo (Tim Ekonomi Prabowo Subianto). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: