Semarang, Radio Idola 92,6 FM – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang berhasil mengantongi sertifikat ISO 9001:2015. Keberhasilan itu didapat karena DP3A Kota Semarang selalu meningkatkan pelayanan untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
ISO 9001:2015 sendiri adalah standar international yang digunakan untuk menetapkan kebijakan dan sasaran mutu serta pencapaiannya yang bisa diterapkan dalam setiap jenis organisasi atau perusahaan.
Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Semarang, Catur Karyanti mengatakan, DP3A akan selalu meningkatkan standar layanan, apalagi saat ini sudah mengantongi sertifikat ISO 9001-2015. Peningkatan pelayanan dilakukan dengan memperluas jaringan mitra antara lain aparat penegak hukum (APH), reskrimsus, Polda Jateng, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan organisasi pemerintah daerah terkait meliputi Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Sosial (Dinsos), dan Dinas Kependudukan dan Pencaatatan Sipil (Disdukcapil).
“Sesuai visi misi kami, kami ingin terselenggarannya keterpaduan perlindungan perempuan dan anak khususnya penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ucapnya.
Catur menjelasnya UPTD PPA juga bekerjasama dengan akademisi, antara lain akademisi Unika Soegijopranoto, Universitas Semarang, dan Universitas PGRI Semarang yakni dengan menyediakan psikolog untuk pelayanan pendampingan psikologis bagi para korban.
Kerjasama dengan pihak rumah sakit juga dilakukan, yakni dengan menjalin kerjasama dengan RSUD Wongsonegoro, RS Kariadi, RS Pantiwiloso, dan RSUD Tugurejo untuk penanganan kasus kekerasan.
“Kami dengan Dinkes berkomunikasi terkait layanan karena anggaran dari pemkot jatuhnya di Dinkes untuk layanan korban. Misalnya, ada kasus kekerasan seksual, bisa dilakukan visum, penanganan korban, gratis ditanggung pemkot melalui dinkes. Dengan RS swasta biasanya dengan sistem klaim,” jelasnya.
Catur memastikan, seluruh pelayanan untuk warga yang mengalami kasus kekerasan gratis tanpa dipungut biaya apapun. Begitu menerima laporan kekerasan, pihaknya melakukan asesmen dan menawarkan kepada korban bantuan apa saja yang dibutuhkan.
“Mereka menginginkan apa. Kalau butuh psikologis saja kami jadwalkan berapa kali sampai korban bisa lepas dari rasa trauma. Itu jangka panjang. Kalau kasus dibawa ke hukum, kami informasikan plus minusnya layanan yang diterima serta hak dan kewajiban korban. Kami pendampingan sampai ke pengadilan,” jelasnya.
Pasca mendapatkan sertifikat ISO, pihaknya berkomitmen meningkatkan pelayanan dan membuka jejaring lebih luas. Akses pelayanan baik kesehatan, hukum, maupun psikologi diharapkan lebih mudah bagi para korban kekerasan.
Selain itu, dia ingin mempermudah layanan pelaporan. Pasalnya, hingga kini, belum seluruhnya masyarakat paham cara melaporkan kasus kekerasan.
“Kami ada yang laporan langsung, ada yang lewat online, ada ada yang lewat kecamatan. Kami juga punya Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPPA), mereka mendapat tugas menerima laporan pertama kali,” tutupnya ( wid )