Soroti Terkait Sistem Zonasi, Pemkot Semarang Diminta Lakukan Pemerataan Standar Kualitas Seluruh Sekolah Negeri

Sekretaris Komisi D DPRD Kota Semarang, Anang Budi Utomo
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Radio Idola 92,6 FM- Terkait sistem zonasi yang dilakukan saat proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SD dan SMP negeri di Kota Semarang, mendapat sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang.

Sekretaris Komisi D DPRD Kota Semarang, Anang Budi Utomo menjelaskan bahwa sistem zonasi sekolah sebenarnya filosofinya seperti toko modern. Artinya, tugas Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang untuk memastikan pemerataan standar kualitas seluruh sekolah negeri sehingga tidak ada lagi istilah sekolah-sekolah favorit.

“Zonasi itu filofosinya kayak toko modern. Kalau di sini sudah ada toko modern, ada orang rumahnya di sini pasti akan beli di sini. Enggak mungkin beli di (toko modern, red.) sana. Kenapa bisa begitu? Karena standarnya (toko modern, red.) yang di sini dan di sana itu sama,” jelasnya.

Menurut politisi Partai Golkar itu, sistem zonasi juga bisa meringankan masyarakat, terutama orang tua siswa, karena lebih hemat bahan bakar minyak (BBM) karena sekolahnya dekat dengan rumah, termasuk hemat waktu. Namun, Anang menegaskan bahwa afirmasi untuk siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu harus tetap difasilitasi oleh sekolah.

“Ini kalau mau dilihat secara komprehensif. Nah, tugas pemerintah adalah standarisasi mutu. Kalau perlu, kepala sekolah yang favorit dikirim ke situ (sekolah kurang bagus, red.) biar jadi bagus,” katanya.

Anang mengakui selama ini Kota Semarang masih lemah terkait pemetaan mutu pendidikan sehingga muncul stigma sekolah-sekolah tertentu yang dianggap sebagai sekolah favorit. Kriteria mutu sebenarnya belum tentu sekolah yang tidak dianggap favorit kualitasnya kurang bagus. Kedepannya, dirinya mendorong agar ada penambahan sekolah negeri di wilayah yang tidak ada sekolah negeri ataupun swasta.

“Nyatanya, kalau (penilaian, red.) akreditasi semua sekolah negeri nilainya bagus-bagus, nilainya 92, 91. Sebenarnya, saat ini (yang kurang, red.) hanya persoalan pemerataan akses ya. Kalau zonasi penting dan tujuannya untuk pemerataan mutu pendidikan. Konsep zonasi justru lebih bagus, nanti afirmasi yang akan diperkecil,” katanya.