Seberapa Mungkin Kita Mengadopsi “Pendidikan Hijau” bagi Sekolah-sekolah di Indonesia?

Ilustrasi
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Krisis lingkungan hidup yang memicu perubahan iklim menuntut pengarusutamaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah. Untuk itu, generasi muda perlu diberdayakan agar dapat memainkan peran nyata dalam mengatasi krisis iklim. Kehadiran pendidikan hijau atau greening education dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan atau education for sustainable development dinilai semakin penting dan relevan.

Dilansir Kompas,id (02/07/2024), pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2024, UNESCO meluncurkan alat baru untuk ”menghijaukan” sekolah dan kurikulum. Tujuannya untuk memberdayakan generasi muda agar dapat memainkan peran nyata dalam mengatasi krisis iklim.

Program tersebut lahir dari analisis UNESCO terhadap 100 kerangka kurikulum nasional pada tahun 2021 yang menunjukkan hampir separuh (47 persen) tidak menyebutkan gangguan iklim. Hanya 23 persen guru yang merasa mampu menangani aksi perubahan iklim dengan baik di kelas mereka. Bahkan, sekitar 70 persen generasi muda yang disurvei tidak dapat menjelaskan tentang gangguan iklim. UNESCO menyatakan keprihatinan atas cara pengajaran mengenai perubahan iklim.

Lalu, ketika krisis lingkungan hidup yang memicu perubahan iklim menuntut pengarusutamaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah; seberapa mungkin kita mengadopsi “Pendidikan Hijau” bagi sekolah-sekolah di Indonesia? Seberapa terjangkau? Bagaimana persisnya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Aktivis Wahana Lingungan Hidup (Walhi), Haerudin Inas. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News