Semarang, Idola 92.6 FM – Baru-baru ini terungkap, sebanyak 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mereka awalnya direkrut untuk magang di Jerman dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Dijanjikan kepada mereka, bahwa program ini bisa dikonversi menjadi 20 sistem kredit semester (SKS).
Setiba di Jerman, mahasiswa disalurkan ke agen-agen tenaga kerja dan dipekerjakan dengan kontrak kerja berbahasa Jerman yang tidak dipahami. Pekerjaan yang diberikan pun pekerjaan fisik, seperti menyortir buah, mengangkut paket, mencuci piring, dan lainnya.
Atas temuan ini, Pemerintah akan menegur 33 perguruan tinggi yang telah mengirimkan mahasiswa untuk bekerja dengan sistem magang di Jerman tetapi berujung pada dugaan tindak pidana perdagangan orang. Pengiriman para mahasiswa untuk magang ke luar negeri itu ditengarai tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Di Jerman, pekerjaan ini disebut ferienjob yang berarti program kerja paruh waktu saat musim libur. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun menegaskan, ferienjob bukan bagian Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Ferienjob pernah diusulkan masuk MBKM tetapi ditolak karena kalender akademik kampus di Indonesia amat berbeda dengan yang berlaku di Jerman.
Lalu, apa pelajaran yang bisa dipetik dari kasus ini agar ke depan tak terulang lagi? Apa yang mesti dievaluasi dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang menjadi awal peristiwa ini? Adakah yang perlu dibenahi?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Rektor Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (periode 2018-2022), Johanes Eka Priyatma, PhD. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: