Refleksi Hari Tani: Kalau Petani Tak Kunjung Sejahtera, Lalu Bagaimana Bisa Menarik Generasi Penerusnya?

ilustrasi

Semarang, Idola 92.6 FM – Tingkat kesejahteraan petani dan nelayan di Tanah Air hingga saat ini masih rendah. Meski Indonesia menyandang status negara agraris dengan kekayaan melimpah, banyak di antara mereka yang justru malah hidup di bawah garis kemiskinan.

Dilansir CNN Indonesia (25/09), berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (Susenas BPS) 2023, total penduduk miskin sebanyak 25,9 juta orang pada Maret 2023. Dari jumlah itu, sekitar 39,92 persen atau 10,34 juta jiwa di antaranya adalah anggota rumah tangga pertanian dan 13,39 persen atau 3,6 juta orang merupakan buruh tani.

Sementara itu, berdasarkan Survei Terpadu Pertanian 2021, kesejahteraan petani Indonesia masih di bawah rata-rata, bahkan pendapatannya kurang dari US$1 per hari atau senilai Rp15.207 dan setahun di bawah US$341 atau Rp5 juta.

Lalu, merefleksi Hari Tani yang diperingati setiap tanggal 24 September; kenapa petani di Indonesia banyak yang miskin dan susah sejahtera? Kalau Petani tak kunjung sejahtera, lalu bagaimana bisa menarik generasi penerusnya? Bagaimana cara negara melindungi kesejahteraan petani, kalau di setiap terjadi lonjakan harga produk pertanian, pemerintah buru-buru mengambil jalan pintas dengan impor?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Loekas Soesanto (Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed) Purwokerto) dan Bhima Yudistira Adhinegara (Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News