Presiden Soroti Penyerapan Penggunaan Produk Dalam Negeri yang Hanya 41 Persen

Apa Hambatannya sehingga Penggunaan Produk dalam Negeri Masih Rendah?

Made in Indonesia
ilustrasi/istimewa
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Joko Widodo kembali menyoroti rendahnya serapan anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota serta penggunaan produk dalam negeri yang baru mencapai 41 persen. Penyerapan ini disebut masih kecil karena mayoritas belanja masih didominasi produk-produk impor.

Hal ini disampaikan Presiden saat meresmikan pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-16 Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia di Jakarta baru-baru ini. Untuk itu, ke depan, Presiden meminta agar 100 persen pengadaan barang dan jasa digunakan untuk belanja produk dalam negeri.

Presiden juga mendorong kehati-hatian dalam penggunaan anggaran. Sebab, upaya pemerintah Pusat dalam mengumpulkan uang dari penerimaan negara sangat sulit–baik itu dari pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), royalti, maupun dividen.

Di sisi lain, Presiden Jokowi bersyukur, Indonesia mampu bertahan dari hambatan dan tantangan yang cukup berat selama lima tahun terakhir. Ekonomi Indonesia saat ini masih bisa tumbuh 5,11 persen pada triwulan I-2024.

Lalu, ketika Presiden menyoroti rendahnya penyerapan anggaran dan penggunaan produk dalam negeri hanya 41 Persen; Apa hambatannya, sehingga penggunaan produk dalam negeri masih rendah? Adakah faktor ‘pemaksa’ agar membuat belanja negara hanya untuk membeli produk-produk dalam negeri?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Hendrar Prihadi. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaApa Pentingnya Mengubah Nomenklatur Wantimpres kembali Menjadi Dewan Pertimbangan Agung?
Artikel selanjutnyaBacabup Jepara Witiarso Utomo Ajak Masyarakat Jaga Warisan Budaya dan Kembangkan Wisata