Semarang, Idola 92.6 FM – Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) disepakati menjadi usul inisiatif DPR. Di RUU itu salah satunya diatur, gubernur dan wakil gubernur Jakarta nantinya diusulkan atau ditunjuk langsung oleh Presiden.
RUU DKJ itu pun menuai kritik sejumlah pihak karena dinilai membuat kemunduran demokrasi dan bertentangan dengan amanat konstitusi.
Hal itu senada dengan ‘Hasil Jajak pendapat’ Litbang Kompas yang menunjukkan, sebanyak 66,1 persen masyarakat yang menjadi responden tidak setuju gubernur Jakarta dipilih langsung oleh presiden. Rinciannya, 52,1 persen responden menyatakan tidak setuju dan 14 persen responden menyatakan sangat tidak setuju.
Ada beragam alasan yang memunculkan pendapat ketidaksetujuan tersebut. Sebanyak 40,8 persen menyebut penunjukan oleh presiden menandakan adanya kemunduran demokrasi karena tidak ada Pilkada. Sebanyak 24,5 persen responden lainnya menyebut rawan konflik kepentingan dan 24,5 persen responden khawatir, masyarakat semakin tidak didengarkan.
Lalu, menyoroti polemik Gubernur Jakarta akan ditunjuk langsung oleh Presiden dalam RUU DKJ: Apa Plus-Minusnya? Apakah ini sebuah langkah maju atau mundur?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Akademisi/ Pengamat Pemerintahan, Prof Djohermansah Johan. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: