Semarang, Idola 92.6 FM – Usai penetapan hasil Pemilu 2024 untuk kursi legislatif yang telah ditetapkan KPU muncul ‘ketegangan’ antara PDIP dan Golkar terkait jabatan Ketua DPR. Pada pemilu 2024 ini, PDIP merupakan partai dengan peraih suara terbanyak untuk DPR periode 2024-2029. Bila merujuk pada Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) saat ini, PDIP selaku pemenang berpeluang lebih besar mempertahankan tahta ketua DPR di Senayan.
Aturan di pasal 427D ayat (1) huruf b UU MD3 saat ini menyebut ketua DPR adalah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR. Namun, belakangan muncul wacana bakal ada revisi UU MD3 yang bisa merebut kursi Ketua DPR itu dari pemenang pemilu.
PDIP pun mengeluarkan pernyataan keras. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada awal pekan ini memperingatkan Golkar untuk tidak mengulangi manuver kotor di 2014 silam.
Saat itu, PDIP merupakan pemenang kursi terbanyak di DPR tetapi mereka gagal mendapat kursi ketua DPR. Sebab, Golkar yang didukung sejumlah partai kemudian menginisiasi revisi UU MD3, dan partai berlambang pohon beringin itu berhasil menempatkan kadernya, Setya Novanto, di kursi Ketua DPR.
Memori buruk itu membuat PDIP menyiapkan kuda-kuda di 2024. Kekhawatiran Hasto didasari prediksi perolehan kursi kedua partai hanya beda tipis. PDIP diprediksi memiliki 110 kursi DPR periode 2024-2029, sedangkan Golkar 102 kursi.
Lalu, seberapa penting dan strategisnya posisi ketua DPR sehingga harus diperebutkan?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Dr Ujang Komarudin. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: