Nikmati Kopi di Alam Bebas, Angkringan Ini Manfaatkan Pembangkit Mikrohidro Jadi Listrik Tanpa Batas

Tim dari PLN Indonesia Power UBP Semarang bersama barista Angkringan Pucuke Kendal menunjukkan hasil kopi olahan lereng Gunung Ungaran.

Kendal, Idola 92,6 FM-Semilir angin menabrak dedaunan dari pohon-pohon yang menjulang, menjadikan suasana semakin tenang dan nyaman buat berlama-lama.

Mungkin, bagi orang kota, suasana seperti ini tak mudah ditemukan di hiruk pikuknya keramaian ibukota Jawa Tengah.

Ramainya klakson kendaraan di jalanan, dan juga gedung tinggi menjulang adalah rutinitas yang tidak bisa dihindari bagi masyarakat perkotaan.

Ya, bagi yang menyukai suasana tenang atau penat dengan hiruk pikuk di kota, mencari hidden gem adalah pilihan terbaik guna mengembalikan suasana ketenangan jiwa.

Tak jauh dari Semarang, mungkin tidak sampai satu jam perjalanan dengan sepeda motor, ada air terjun yang dikenal sebagai Curug Lawe dan menawarkan suasana nyaman lengkap bersama pohon-pohon kaya oksigen dan nuansa alam menyejukkan.

Sebagai orang kota yang butuh hiburan dan melepas kepenatan, saya lantas memacu sepeda motor kesayangan menuju ke Dusun Gunungsari, Desa Ngesrepbalong, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal.

Dusun ini cukup istimewa, karena berada di lereng Gunung Ungaran.

Tak butuh waktu lama, saya pun sudah sampai di lokasi tujuan.

Memang benar, pemandangan alam yang disajikan sungguh memanjakan sejauh mata memandang.

Saya kemudian mencoba menghubungi Wahyudi, Ketua Pokdarwis Gunungsari Pucuke Kendal.

Sebelumnya, saya memang sudah membuat janji untuk kopi darat di sekitar lereng Gunung Ungaran.

Tak lama kemudian, orang yang saya tunggu sudah datang dan langsung menyapa dengan ramah layaknya orang desa pada umumnya.

Guna membangkitkan semangat hari ini, Wahyudi mengajak saya ke kafe Angkringan Pucuke Kendal untuk menikmati secangkir kopi.

Ya, benar sekali, saya butuh kopi untuk mengembalikan rasa penat hampir satu jam perjalanan mengendarai sepeda motor.

Wahyudi benar-benar tahu apa yang saya butuhkan saat ini.

Setelah memesan dua gelas kopi, langsung saya seruput selagi hangat.

”Gimana rasanya mas,” tanya Wahyudi.

”Mantap dan pas dinikmati di daerah seperti ini mas,” jawabku.

Memang nikmat sekali rasanya, ditambah sejuknya udara lereng Gunung Ungaran dan panorama alam sekitarnya.

Wahyudi kemudian bercerita, bahwa kafe Angkringan Pucuke Kendal ini tidak menggunakan listrik dari PLN sebagaimana bangunan di daerah perkotaan.

Ya, memang di sekeliling Angkringan Pucuke Kendal ini saya tak melihat adanya kabel listrik PLN yang biasa ditemukan di setiap bangunan.

Terlebih lagi, di wilayah perkotaan akan sangat mudah menemukan adanya kabel listrik PLN di antara bangunan gedung atau rumah-rumah warga.

Menurut Wahyudi, aliran listrik yang dibutuhkan angkringan memanfaatkan aliran air dari pegunungan sebagai sumber listriknya.

”Air di tempat kami melimpah, mas. Jadi, kita tidak perlu yang namanya langganan membayar tagihan meteran listrik,” kata Wahyudi.

Wahyudi menjelaskan, yang dibutuhkan hanya kesabaran mengubah energi air melimpah itu menjadi tenaga listrik yang nantinya digunakan di angkringan.

”Kita tidak perlu membayar listrik lagi, hanya perlu kesabaran sedikit untuk mendapatkan energi listrik,” jelasnya.

Listrik yang dihasilkan dari memanfaatkan aliran air pegunungan sebagai pembangkit listrik mikrohidro ini, dapat dimanfaatkan untuk sejumlah sarana di sekitar angkringan.

Wahyudi menyebut, aliran listrik mikrohidro itu digunakan sebagai lampu penerangan jalan dan rumah jemur kopi serta tidak ketinggalan untuk angkringan.

”Jadi, sejak angkringan ini berdiri pada tahun 2019 tidak menggunakan listrik dari PLN. Sebelumnya masih sederhana dengan peralatan seadanya, dan setelah datang tim dari PLN kita dibuatkan peralatan lebih canggih lagi,” ujar Wahyudi.

Lebih lanjut Wahyudi menjelaskan, listrik mikrohidro yang ada saat ini digunakan memberikan manfaat lebih dan mampu memberikan nilai tambah bagi Angkringan Pucuke Kendal.

”Semisal rumah jemur kopi, saat mendung atau tidak ada sinar matahari kita bisa gunakan listrik dari mikrohidro ini,” ucapnya.

Sementara itu, penggunaan listrik paling besar ada di Angkringan Pucuke Kendal yang memang cukup banyak peralatan listrik di dalamnya.

Menurut Wahyudi, untuk di angkringan menggunakan dua macam kapasitas sebagai suplai tenaga listriknya. Yakni 1.000 watt dan 3.000 watt.

”Kalau pas siang hari kita gunakan yang 1.000 watt. Tapi nanti pas malam harinya kita gunakan yang 3.000 watt,” terangnya.

Wahyudi menjelaskan, dengan memanfaatkan potensi alam berupa aliran air pegunungan dan diubah menjadi energi listrik ini menjadikan usaha angkringan bisa berjalan berkelanjutan tanpa mengorbankan lingkungan.

Artinya, dengan menggunakan tenaga air sebagai sumber listrik itu masyarakat bisa menjalankan usaha dan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Ditanya soal jumlah kunjungan wisatawan ke Angkringan Pucuke Kendal, Wahyudi menyebut sudah mulai terjadi peningkatan dibanding pada awal-awal mulai dirintis.

Tercatat, saat ini jumlah kunjungannya sudah mencapai dua ribu wisatawan setiap bulannya.

”Kebetulan tempat ini bersebelahan dengan kebun teh Medini. Yang sudah puas bermain di kebun teh Medini, biasanya mampir ke tempat kami,” katanya.

Bagi Wahyudi, yang membuat nikmat saat menyeduh kopi bukan karena kopinya berasal dari mana tetapi di mana menikmati kopi tersebut.

”Makanya kopi yang kami produksi tidak kami jual secara online. Cita-cita kami, yang ingin menikmati kopi Pucuke Kendal datang langsung ke tempatnya dan kami sajikan pemandangan yang memanjakan mata,” ujar Wahyudi mantap.

Sementara itu, Asisten Manager K3 dan Lingkungan PLN Indonesia Power UBP Semarang Indah Hanika Sari menyatakan pihaknya memang saat ini terus aktif dalam mendorong masyarakat mengembangkan desa energi.

Yakni, melalui program Desa Mandiri Energi.

Menurutnya, untuk Angkringan Pucuke Kendal yang ada di Dusun Gunungsari sebelum kehadiran PLN memang sudah membuat pembangkit listrik mikrohidro namun dengan kapasitas kecil.

”Dari situ kita kemudian masuk dan memberi edukasi kepada warga, mulai dari merawat peralatan pembangkit mikrohidro. Dan kemudian mengembangkan dari sebelumnya 1.000 watt kemudian menjadi 3.000 watt,” ucap Indah.

Lebih lanjut Indah menjelaskan, potensi aliran air pegunungan dari Curug Lawe cukup besar sehingga layak dikembangkan sebagai pembangkit listrik mikrohidro.

Bahkan, dari kapasitas yang ada sekarang ini masih bisa ditingkatkan lebih besar lagi.

”Pembangkit listrik mikrohidro itu kan tergantung pada debit air yang ada. Kalau di sini memang cukup melimpah dan besar, tapi kita juga minta warga bisa menjaga debit airnya tetap sama seperti itu. Salah satu yang kita edukasi adalah menjaga dan menanam tanaman keras agar muncul mata air baru di sekitar lokasi,” pungkas Indah. (Bud)

Ikuti Kami di Google News