Semarang, Idola 92.6 FM – Banyak orang yang punya ide cemerlang guna menopang perekonomian keluarga. Tapi tak banyak yang langsung melakukannya. Setidaknya itu terlihat di sekitar kita.
Tapi tidak dengan pasangan suami istri Joko dan Mukti, warga Jl Sinar Mas Raya Kedungmundu Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Mereka mengaplikasikan ide tersebut, hingga tercetus jualan gorengan tahu petis merk premium.
Tahu petis adalah pilihan di antara banyak pilihan gorengan yang dilirik mereka dalam membuka usaha. Saat pandemi covid-19 melanda Indonesia bahkan Dunia, mereka membuka usaha gorengan tahu petis di rumah. Pemesanan bisa dilakukan via aplikasi marketplace seperti Grab dan Shopee, langsung datang ke rumah dan juga via WhatsApp.
“Bukanya itu waktu pandemi 2020, tepatnya Juni 2020 karena pada di rumah semua nggih. Corona. Jadinya apa kita punya ide, ngopo ya ngopo ya, punya aktivitaslah, karena di rumah semua nggih itu, dari anak-anak sampai orang tua di rumah, terus buka gorengan ini,”tutur Mukti (53) saat dijumpai di rumahnya, Minggu (27/10).
Mukti yang mempunyai nama lengkap Trimukti Rahayu Susilowati menjelaskan, tak hanya ia dan suaminya. Usaha rumahan ini juga melibatkan tetangga yakni Pribadi dan Wartini, istrinya. Bersama mereka dan dibantu anak-anak, usaha tahu petis tersebut laku laris manis di pasaran. Pada awal tahun buka usaha, peningkatan jumlah pembeli sangat terasa. Rasa, bumbu petis yang legit, kemasan yang menarik, menjadi magnet tersendiri mengapa orang kembali lagi membeli setelah mencicipinya. Bahkan tak jarang menjadi pelanggan setia.
Mukti mengatakan jika ada pelanggan yang pesan, tahu baru digoreng. Jadi pelanggan menikmati tahu dalam kondisi fresh. Untuk harga jual, kini ia membandrol Rp 50 ribu (isi 15 biji per besek besar), dan Rp 30 ribu (isi 10 biji per besek kecil).
“Dari awal dulu memang 15 biji harga 30 ribu. Yang besek besar 25 biji, 50 ribu. Cuma karena tahu itu naik terus, nggak saya naikkan. Tapi sejak dua tahun yang lalu, itu loh, minyak mahal dan langka, akhirnya saya naikkan. Maksudnya berkurang isinya, besek yang besar 20 biji harga 50 ribu dan kecil 10 biji, jadi satuannya itu terhitung 2500,”ungkap Mukti yang punya keinginan mempunyai karyawan agar usahanya terus berjalan di tengah kondisi perekonomian seperti sekarang ini.
Soal modal, mereka patungan. Tak ada modal khusus. “Modalnya dibilang gak punya modal, ya gak punya modal. Misal pak Pri (Pribadi,red) belanja tahu dan yang basah-basah sendiri. Misal dihitung Rp200.000. Saya juga Rp200.000. Dari itu dulu, terus diakumulasi, tiap minggu-bulan, diklop-klopkan,”cerita Mukti saat ditanya dari mana modal usaha buka tahu petis itu. Ia menambahkan, sehari bisa menghabiskan 200-400 biji tahu.
Dengan kata lain, usaha ini bisa terus berjalan selama empat tahun karena meraup keuntungan. Terlebih kadang pelanggan bisa pesan puluhan besek hingga kadang seratus besek tahu petis. Pelanggan datang dari warga lokal (Kota Semarang dan sekitarnya), atau luar kota seperti Jakarta dan Bandung.
Untuk belanja bahan-bahan seperti tahu, cabai, petis, besek, tali, pisau potong tahu petis, mereka berbagi tugas. Mereka punya langganan di pasar tradisional.
Meski sekarang pemesanan lebih sepi dibanding tahun awal usaha dirintis, namun Mukti mempunyai keinginan agar usaha ini terus berlanjut hingga punya karyawan. Mukti terus akan berjuang, walau belum ada keterlibatan pemerintah dalam hal pendanaan atau modal. Ia adalah hero untuk keluarga.
Semoga upaya ketahanan ekonomi yang dimulai dari keluarga, bisa memperoleh apresiasi dari pemerintah. Hingga akan banyak keluarga di Kota Semarang yang mampu mewujudkan ketahanan ekonomi.(yes)