Semarang, Idola 92.6 FM – Pimpinan MPR baru-baru ini mengusulkan pemberian ‘gelar pahlawan’ kepada Presiden Soeharto. Gelar itu diberikan atas jasa dan pengabdian Presiden Soeharto saat memimpin RI tiga dekade lebih.
Usulan agar Soeharto memperoleh gelar pahlawan nasional disampaikan Bambang Soesatyo saat acara Silaturahmi Kebangsaan dengan keluarga Soeharto di Gedung MPR, Jakarta, Sabtu (28/9) lalu. Dalam acara itu, pimpinan MPR menyerahkan surat jawaban atas surat dari pimpinan Fraksi Partai Golkar di MPR perihal kedudukan Pasal 4 Tap MPR Nomor 11/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme kepada keluarga Soeharto.
Usulan pimpinan MPR agar Presiden kedua RI Soeharto memperoleh gelar pahlawan nasional pun menuai kritik. Salah satunya dari Imparsial. Imparsial meminta MPR lebih fokus pada penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berat di rezim Soeharto untuk menghargai para korban dan keluarganya/ serta memutus rantai impunitas.
Menurut Imparsial, MPR telah abai terhadap kejahatan HAM selama rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, yang telah menjadi sejarah tak terbantahkan dan belum selesai penyelesaiannya sampai sekarang.
MPR juga dinilai abai terhadap berbagai peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM di masa lalu, yang tidak bisa dilupakan oleh korban dan keluarga korban.
Akan tetapi, tidak ada manusia yang sempurna. Begitu juga sebaliknya, tidak ada manusia yang jahat sepenuhnya. Karenanya, setiap pemimpin bangsa paling sedikit pernah berbuat salah dan dosa meskipun pada saat yang sama, dia juga mempunyai sejumlah jasa.
Maka ketika muncul wacana untuk memberikan gelar pahlawan pada Presiden Soeharto, reaksi publik pun terbelah menjadi dua. Lalu, apakah beliau layak dianugerahi gelar Pahlawan? Atau, apakah beliau sama sekali tidak punya jasa?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Manunggal K Wardaya, PhD (Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed) Purwokerto) dan Muhammad Isnur (Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: