Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam pelaksanaan Pilkada 2024 lalu sebanyak 37 daerah menyuguhkan calon tunggal yang melawan kotak kosong. Jumlah itu terdiri dari satu provinsi, 31 kabupaten dan 5 kota. Fenomena kotak kosong sesungguhnya tidak terjadi pada Pilkada kali ini saja. Pada Pilkada 2018 silam juga terdapat beberapa daerah yang paslonnya terpaksa melawan kotak kosong, yakni di Pilkada Makassar.
Menariknya, pada Pilkada tahun ini, dari 37 daerah, terdapat 2 daerah yang dimenangkan oleh kotak kosong, yakni: kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka. Nantinya, dua daerah tersebut akan menggelar pilkada ulang pada 27 Agustus 2025.
Dari hasil penghitungan KPU, pasangan calon petahana di Kota Pangkalpinang, Maulana-Masgus kalah usai memperoleh 42,02 persen berbanding 57,98 persen yang memilih kotak kosong. Sedangkan, di Kabupaten Bangka, pasangan petahana Mulkan-Mahardian kalah usai hanya memperoleh 42,75 persen berbanding 57,25 persen.
Istilah “kotak kosong” mulai dikenal sejak Pilkada 2015. Fenomena kotak kosong ini terjadi setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2015, yang mengharuskan ada lebih dari satu paslon dalam Pilkada.
Lalu, menyoroti kemenangan kotak kosong di dua daerah dalam Pilkada 2024, ini menunjukkan fenomena apa? Ini karena faktor figur kandidat atau ada faktor lainnya?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini.ย (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: