Menyoroti Kebijakan Penghapusan Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa, Apa Sesungguhnya Tujuan yang Hendak Dicapai?

Penghapusan Jurusan IPA IPS dan Bahasa
Ilustrasi/Istimewa
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) memutuskan untuk menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa pada jenjang sekolah menengah atas atau SMA. Hal itu sesuai kebijakan dari Kurikulum Merdeka yang kini mulai diterapkan di sekolah seluruh Indonesia.

Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud Ristek Anindito Aditomo mengatakan, jurusan SMA dihapus karena selama ini menimbulkan ketidakadilan. Menurutnya, orangtua mempunyai kecenderungan memasukkan anaknya ke jurusan IPA agar memiliki pilihan program studi (prodi) yang lebih luas ketika mendaftar perguruan tinggi.

Dalam implementasinya, siswa SMA kelas 10 masih akan mempelajari semua mata pelajaran. Kemudian, siswa di kelas 11 dan 12 SMA baru dapat memilih pelajaran sesuai minat dan bakat. Dia mencontohkan, seorang murid yang ingin berkuliah di program studi teknik bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mata pelajaran Matematika tingkat lanjut dan Fisika tanpa harus mengambil mata pelajaran biologi.

Sebaliknya, seorang murid yang ingin berkuliah di kedokteran bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mata pelajaran Biologi dan Kimia, tanpa harus mengambil mata pelajaran matematika tingkat lanjut. Dengan begitu, murid bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutnya.

Menyoroti Kebijakan Penghapusan Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa sebagai implementasi lanjutan Kurikulum Merdeka; Apa sesungguhnya tujuan yang hendak dicapai? Dan, sejauh mana kesiapan infrastruktur penunjangnya termasuk kesiapan para Guru?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Pengamat pendidikan/ Wasekjen PB PGRI, Dr Jejen Musfah, M.A. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnya“Desakralisasi” Jabatan Profesor yang Dilakukan Rektor UII Fathul Wahid, Akankah Ini Menjadi Tradisi Baru di Tengah Gejala “Masyarakat Kredensial”?
Artikel selanjutnya916 Ribu Pengguna Pertalite Di Jateng Sudah Mendaftar QR Code