Semarang, Idola 92.6 FM – Dunia akademik Indonesia kembali riuh. Bukan karena prestasi. Kali ini dipantik sebuah polemik dugaan plagiarism oleh dosen perguruan tinggi. Dilansir dari Retraction Watch, seorang Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nasional-Kumba Digdowiseiso, diduga mencatut nama dosen Universiti Malaysia Terengganu dalam makalah-makalahnya.
Namun, masalah tidak berhenti sampai di sana. Menurut laporan Retraction Watch hingga April 2024, Digdowiseiso telah menulis 160 makalah, yang tercatat dalam catatan Google Scholar. Bahkan, sepanjang 2023, ia telah menulis sebanyak 679 makalah, sebuah angka yang luar biasa tinggi bagi seorang akademisi.
Temuan ini diperkuat dengan penelusuran yang dilakukan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA). KIKA menduga, adanya plagiarisme berat dalam publikasi Kumba Digdowiseiso yang terbit di Journal of Social Science pada 2024. Hal itu diketahui berdasarkan pengecekan Turnitin. Hasilnya, terdapat kesamaan sebanyak 96 sampai 97 persen dalam tiga artikel.
Kasus Kumba Digdowiseiso yang kini telah mendapat gelar professor, memantik pertanyaan: seperti inikah iklim akademik di Indonesia? Alih-alih menghasilkan kajian dengan kebaruan (novelty) yang signifikan dan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan di kampus dan masyarakat, para dosen dan guru besar justru sibuk mengejar pangkat dan tunjangan dengan menerbitkan tulisan-tulisan. Bahkan, dalam kasus Kumba, “menggadaikan integritas” seorang akademisi dengan menulis untuk jurnal predator.
Jurnal predator adalah model bisnis penerbitan akademis yang mengenakan biaya penerbitan tulisan kepada penulis dan tidak memeriksa mutu dan keabsahan dari tulisan yang terkandung di dalamnya. Hal ini berbeda dengan penerbit berkaliber yang memiliki dewan redaksi yang memeriksa artikelnya.
Lalu, menyoroti kasus dugaan plagiarisme Dekan Unas Kumba Digdowiseiso; Benarkah telah terjadi “Krisis Etika Ilmiah”? Bagaimana langkah antisipasi serta menghentikan praktik keculasan tersebut?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Satria Unggul Wicaksana Prakasa,MH (Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA)) dan Yanuar Nugroho, PhD (Akademisi/Dosen STF Driyarkara dan Anggota Kehormatan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: