Semarang, Idola 92.6 FM – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai – Kementerian Keuangan, memasukkan tiket pertunjukan hiburan seperti konser musik dalam prakajian untuk dijadikan objek barang kena cukai. Selain tiket hiburan, sejumlah barang lain juga masuk prakajian; seperti, rumah, makanan cepat saji (fast food), tisu, telepon pintar, Monosodium glutamate (MSG), batu bara, dan deterjen. Barang-barang tersebut masuk pra-kajian karena berpotensi memberikan nilai tambah. Khusus tiket hiburan, hal itu karena minat masyarakat terhadap konser musik cukup tinggi.
Meski demikian, mereka sadar betul penerapan cukai pada barang-barang di atas perlu kajian mendalam. Selain itu, tentu bakal menimbulkan gejolak di masyarakat.
Adapun barang-barang yang saat ini masuk kajian untuk dikenakan cukai adalah plastik, BBM, produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan, minuman bergula dalam kemasan, dan shifting PPnBM kendaraan bermotor ke cukai.
Pemerintah mencatat jumlah barang dikenakan cukai di Indonesia masih terbilang sedikit dibanding negara Asean lainnya. Indonesia saat ini hanya mengenakan cukai pada tiga barang, yaitu etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.
Kita ketahui, cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sesuai dengan undang-undang merupakan penerimaan negara guna mewujudkan kesejahteraan, keadilan, dan keseimbangan. Tujuan dipungutnya cukai adalah sebagai pengendali konsumsi. Karena jika konsumsi berlebihan akan mendapat pengaruh tidak baik bagi kesehatan maupun lingkungan. Tujuan selanjutnya adalah mengoreksi masyarakat. Masyarakat diberi pilihan untuk membeli barang dengan harga termasuk cukai atau tidak membeli.
Lalu, kenapa, bahkan pertunjukkan atau konser juga bakal dikenai cukai–padahal cukai biasanya dipungut dari hak hal yang kurang baik, seperti rokok, minuman berpemanis? Apa pertimbangannya? Dan, apa saja hal-hal yang mestinya dikenai atau tidak dikenai cukai?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Rahma Gafmi (Ekonom/Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya) dan Dr. Trubus Rahardiansyah (Analis kebijakan publik Universitas Trisakti, Jakarta). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: