Semarang, Idola 92,6 FM-Hari masih pagi, namun ratusan pria di Desa Ngijo, Kecamatan Gunungpati Kota Semarang sudah sibuk dengan peralatan memasak maupun peralatan lainnya.
Mereka lantas berduyun-duyun menuju ke komplek Permakaman Sentono, dan bersiap menggelar tradisi nyadran menyambut bulan Ramadan.
Puluhan kambing sudah terlihat di areal lahan kosong di sekitar makam, dan setelah berdoa sejenak kemudian dilanjutkan penyembelihan.
Puluhan kambing sejumlah 43 ekor, merupakan sumbangan dari warga yang memilki hajat atau sedekah bagi kelancaran acara tradisi sadranan.
Kambing-kambing yang sudah disembelih itu, lantas dikuliti dan dipotong menjadi beberapa bagian baru kemudian dimasak dengan bumbu gulai.
Pemuka agama Desa Ngijo, Ahmad Yasa mengatakan tradisi nyadran sudah menjadi ritual budaya tahunan masyarakat setempat. Hal itu dikatakan saat ditemui di lokasi acara, Kamis (18/1).
Menurut Yasa, tradisi nyadran mendoakan sanak keluarga dan leluhur dan kemudian diakhiri dengan makan bersama.
Kegiatan nyadran itu, biasanya dilakukan menjelang bulan puasa dan masyarakat Desa Ngijo yang tinggal di luar kota menyempatkan pulang ke kampung halaman.
Yasa menjelaskan, sebelum tradisi nyadran dilakukan warga, diawali dengan tirakatan malam harinya di makam Kiai Asyari.
Tradisi nyadran setiap tahun, juga menjadi tempat berkumpulnya sanak keluarga dari perantauan.
“Yaitu kegiatan yang dilaksanakan tiap bulan Rajab untuk haul Mbah Kiai Asy’ari dan kirim doa bersama warga khususnya di Ngijo sini, yaitu haul dan sadranan. Kita berdoa kepada para leluhur supaya nantinya kita yang ditinggalkan diberi kesehatan,” kata Yasa.
Lebih lanjut Yasa menjelaskan, ratusan warga Desa Ngijo yang sudah berkumpul di komplek Makam Sentono itu kemudian memanjatkan doa bersama dan menyantap makanan yang sudah dimasak kaum lelaki berupa nasi lauk lengkap dan gulai kambing.
“Makna dari tradisi nyadran sebagai wujud mendekatkan diri dengan Tuhan. Warga membersihkan makam sebagai simbol rasa syukur terhadap leluhur dan mendoakannya,” pungkasnya. (Bud)