Mengurai Persoalan Driver Gojek, Apakah Persoalannya Hanya Terbatas pada ‘Legal Standing’?

photo/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pengemudi ojek online Kamis kemarin melakukan unjuk rasa besar-besaran di Jakarta, Kamis (29/08). Ada dua tuntutan utama yang mereka suarakan. Pertama, penurunan tarif potongan yang dikenakan platform ke pengemudi. Kedua, menuntut agar pemerintah melegalkan pekerjaan ojek online dengan memasukkannya dalam undang-undang. Sebab, Undang-Undang saat ini tidak mengatur sepeda motor sebagai angkutan umum.

Mereka menyebut, para pengemudi ojek online makin tertekan oleh perusahaan aplikasi. Di lain sisi, pemerintah dituding belum mampu berbuat banyak untuk memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan para mitra perusahaan aplikasi. Hal itu karena hingga saat ini status hukum ojek online ini dinilai masih ilegal tanpa adanya legal standing berupa undang-undang. Dengan belum adanya legal standing bagi para pengemudi ojek online maka perusahaan aplikasi bisa berbuat sewenang-wenang tanpa ada solusi dari platform.

Koalisi Ojek Online Nasional mengaku akan menggelar aksi lanjutan apabila Kominfo tidak kunjung menyelesaikan masalah tarif pengiriman dalam waktu dua minggu. Ancaman tersebut disampaikan, usai Direktur Pos Ditjen PPI Kominfo Gunawan Hutagalung menemui massa aksi dan berjanji mengatasi persoalan tarif.

Lalu, mengurai persoalan yang dialami para driver mitra Gojek, apakah persoalannya hanya sebatas tidak adanya legal standing bagi Ojek Online? Apakah dengan diakui secara hukum dan berpayung Undang-Undang, maka persoalan jadi terurai? Bagaimana cara pemerintah mengatur praktik ‘sharing economy’ yang memang belum diantisipasi dan dipersiapkan sebelumnya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Eliza Mardian (Peneliti CORE Indonesia) dan Esther Sri Astuti PhD (Pengamat ekonomi Universitas Diponegoro Semarang). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News