Semarang, Idola 92.6 FM – Setelah diembuskan PDI-Perjuangan, polemik mengenai dugaan cawe-cawe kepolisian dalam penyelenggaraan Pilkada 2024 menjadi polemik di DPR. Bahkan, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memproses laporan dugaan โpelanggaran etikโ terhadap salah satu anggota Fraksi PDI-P karena sempat memberikan pernyataan mengenai kabar tersebut.
Kendati dugaan itu belum bisa dibuktikan, dugaan tidak netralnya aparat penegak hukum perlu menjadi bagian dari evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan Pilkada 2024.
Sebelumnya, anggota Fraksi PDI-Perjuangan di DPR Yulius Setiarto dilaporkan ke MKD atas dugaan pelanggaran etik lantaran pernyataannya di media sosial mengenai dugaan keterlibatan kepolisian dalam Pilkada Serentak 2024. Dugaan cawe-cawe polisi itu ia sebut dilakukan oleh partai cokelat atau โparcokโ yang diasosiasikan pada kepolisian.
Laporan tersebut disampaikan oleh Ali Hakim Lubis yang merupakan anggota DPRD Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra. Laporan memasuki tahap verifikasi pada Senin 2 Desember 2024 dan rencananya akan mulai disidangkan pada Selasa 3 Desember 2024.
Lalu, mencermati berkembangnya tudingan adanya cawe-cawe kepolisian di Pilkada 2024; dalam hukum, pihak yang mendalilkan lah, yang mesti membuktikan; akan tetapi, bagaimana cara mencegah agar isu ini tidak menjadi bola liar?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang/ahli Hukum Tata Negara, Prof Aan Eko Widiarto.ย (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: