Semarang, Idola 92.6 FM – Pada 1 Juli 2024, Polri merayakan Hari Bhayangkara Ke-78. Perayaan ini dilakukan di saat publik belum sepenuhnya mengakui kinerja Polri. Hari Bhayangkara Ke-78 dirayakan di tengah sorotan publik atas kinerja kepolisian yang dinilai mengecewakan. Sejumlah kasus yang mencuat akhir-akhir ini menunjukkan kinerja Polri yang tak kunjung membaik.
Kasus Afif Maulana, salah satunya. Anak berusia 13 tahun di Padang, Sumatera Barat, yang diduga meninggal akibat disiksa polisi. Bukannya melakukan investigasi, Polda Sumbar justru berupaya untuk mencari orang yang menyebarluaskan informasi kematian Afif ketika kasus itu viral.
Setelah desakan publik menguat, barulah Polda Sumbar memeriksa anggotanya. Dan, Polda Sumbar akhirnya mengakui 17 anggotanya telah menggunakan kekerasan terhadap anak dan pemuda yang diduga hendak tawuran.
Selain kasus Afif, ada kasus kematian Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky, dua remaja asal Cirebon, Jawa Barat, yang kini juga menjadi sorotan public. Berawal dari film Vina: Sebelum 7 Hari yang sukses menarik penonton, membuat kasus dugaan pembunuhan Vina kembali mencuat dan menjadi perhatian publik. Polemik mengenai siapa sosok yang sebenarnya membunuh Vina dan Eky pada tahun 2016 kembali mengemuka.
Kasus itu memperlihatkan bahwa kultur kekerasan masih melingkupi kepolisian. Alih-alih mengedepankan metode pembuktian tindak pidana berdasarkan ilmu pengetahuan, penyiksaan dipilih demi mendatangkan pengakuan.
Lalu, memperingati Hari Bhayangkara Ke-78, apa saja yang masih perlu menjadi catatan perbaikan bagi polri? Quo vadis Kepolisian Republik Indonesia?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Anggota Kompolnas, Prof Albertus Wahyurudhanto. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: