Semarang, Idola 92.6 FM – Lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K) Jawa Tengah terus melakukan kampanye urgensi Energi Baru Terbarukan (EBT) pada masyarakat. Ia pun mendorong Pemerintah agar segera melakukan langkah konversi dari energi berbasis fosil ke EBT. Salah satu upaya yang saat ini terus didorong LP2K di wilayah Jateng yaitu penggunaan EBT Tenaga Surya melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Ketua LP2K Jateng, Abdun Mufid mengatakan, penggunaan energi fosil yang kian terbatas masih menjadi mayoritas penggunaan sehari-hari. Padahal ketersediaan energi fosil semakin menipis.
“Kami selalu mengkampanyekan ini agar pemerintah melakukan langkah-langkah untuk mengkonversi,” kata Mufid saat membuka Press Confrence “Urgensi, Kebijakan, dan Implementasi Energi Baru Terbarukan (EBT) Tenaga Surya di Jawa Tengah,” di Hotel Grasia Semarang, Kamis (05/09). Acara diselenggarakan LP2K bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jateng.
Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut: Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah Boedyo Dharmawan, Manager Pelayanan Pelanggan PT PLN unit Induk Ditribusi Jateng-DIY Cecep Satria, dan Dosen Fakultas Teknik Elektro Undip Dr. Ir. Djoko Windarto, MT.
Mufid menambahkan, pemerintah perlu memberikan insentif agar masyarakat yang telah melakukan konversi penggunaan energi bersih. “Apa insentifnya ini yang harus dipikirkan agar masyarakat tertarik. Insentif itu misal masyarakat memiliki bangunan telah menggunakan PLTS pajaknya bisa dikurangi,” imbuhnya.
Menurutnya masyarakat akan enggan melakukan konversi jika tidak ada insentif dari Pemerintah. Pemerintah bisa belajar dari pengalaman melakukan konversi penggunaan minyak tanah ke gas elpiji.
Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, Boedyo Dharmawan, menyatakan, peralihan masyarakat ke energi terbarukan merupakan perubahan lifestyle (gaya hidup). Sementara konversi merupakan program kebijakan untuk masyarakat tidak mampu.
“Itu sudah disiapkan untuk subsidi. Sasarannya warga tidak mampu. Kalau energi terbarukan adalah perubahan lifestyle,” tutur Boedyo kepada wartawan usai acara.
Terkait penggunaan PLTS, pihaknya saat ini dalam tahap mengenalkan kepada masyarakat. Pemerintah telah menggunakan PLTS di sarana pendidikan, sarana publik, dan UMKM. “Hal ini bertujuan agar ada efisiensi,” tuturnya.
Namun penggunaan PLTS pada masyarakat umum masih menghadapi banyak tantangan untuk diaplikasikan di masyarakat. Salah satunya, pemasangan PLTS membutuhkan dana yang besar.
“Pemasangannya saja membutuhkan Rp 10 juta. Ini masih sangat berat untuk penggunaan rumah tangga. Kecuali harganya sudah Rp 1juta masyarakat banyak yang menggunakan,” tuturnya.
Boedyo mengungkapkan, hingga Juli 2024, terdapat 668 unit pengguna PLTS Rooftop di Jawa Tengah. “Pada PLTS rooftop ini berhubungan dengan PLN karena ini energi listrik yang tersambung pada jaringan listrik milik PLN,” jelasnya.
“Untuk PLTS off grid 479 kWp, PLTS SHS ada 575 unit, PJUTS sudah banyak 27.304 unit. Yang terbaru adalah PATS yaitu tujuannya untuk mengganti pompa-pompa para petani agar bisa menggunakan PLTS surya,” tuturnya.
Ia berharap dengan penggunaan tenaga surya, akan ada peningkatan kapasitas PLTS atap di Jawa tengah dari 0,1 MWp di tahun 2019 hingga 22 MWp di tahun 2022. Selain itu juga dapat menjadi daya tarik bagi investor baik dari dalam maupun luar negeri untuk berinvestasi PLTS.
Sementara itu, Manager Revenue Assurance PT PLN Persero UID Jateng DIY, Cecep Satria menyebut, saat ini terdapat 529 pelanggan PLN di Jateng dan DIY telah terkoneksi secara on grid penggunaan PLTS.
“Sebaran merata baik rumah tangga, sosial, industri, dan pemerintah,” katanya.
Senada, Dosen Fakultas Teknik Elektro Undip Dr Ir Djoko Windarto, mendukung upaya konversi energi dari energi fosil ke energi terbarukan. Ia pun sudah mulai memanfaatkan PLTS di rumahnya sejak beberapa tahun lalu. Tak hanya memanfaatkan rooftop di rumahnya, ia juga sudah memanfaatkan kompor induksi (kompor listrik), dan motor listrik. EBT ini besar manfaatnya, meskipun tetap ada plus-minusnya.
“Mengenai peralihan EBT Tenaga Surya, ia menyarankan pada pemerintah dan PLN untuk lebih masif menyasar kalangan Menengah Atas. Selain itu, juga komunitas warga di pulau-pulau, seperti di Karimunjawa,” tandasnya. (her/tim)