Ketika Media Konvensional Semakin Ditinggalkan, Bagaimana Pemerintah Menyikapi Fenomena ini?

Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Media saat ini dihadapkan pada era dengan dilema luar biasa. Di satu sisi, berbagai informasi, cerita, dan akses terhadap kejadian bisa didapat dengan mudahnya.

Di sisi lain, kredibilitas media sebagai pencipta realitas kian tergerus oleh banjir informasi yang diantarkan oleh media social. Dibandingkan medsos, media konvensional yang jauh lebih dulu hadir memang harus mengaku kalah dalam urusan kecepatan, viralitas, dan kemampuan berinteraksi dengan pembacanya.

Sebagian orang bahkan sudah memandang media konvensional sebelah mata. Kemudian, menjadikan medsos sebagai rujukan utama.

Realitas itu yang membuat Presiden Joko Widodo mengilustrasikan, media konvensional yang memiliki redaksi mulai terdesak. Jokowi menyebut, saat ini yang dominan adalah media social. Hal itu disampaikan Jokowi dalam pidatonya di pembukaan MTQ Tingkat Nasional XXX Tahun 2024 di Samarinda yang ditayangkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (8/9).

Untuk itu, Presiden mewanti-wanti kepada pembaca berita di media social agar mampu menyaring berita–mana yang baik dan mana yang tidak baik. Baginya, fungsi kroscek penting dilakukan untuk dapat membedakan berita yang benar dan berita bohong.

Maka, ketika media konvensional semakin ditinggalkan, maka seketika itu pula kualitas berita menjadi semakin tidak meyakinkan karena tidak ada fungsi filter yang selama ini dilakukan oleh redaksi…dan pada sisi lain, terjadinya pergeseran besar…di mana para pekerja media kehilangan pekerjaan; bagaimana pemerintah menyikapi fenomena ini?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, nanti radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Dosen/ peneliti komunikasi dan media Universitas Padjadjaran Bandung, Kunto Adi Wibowo, PhD.ย (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: