Semarang, Idola 92.6 FM – Upaya revisi terhadap sejumlah undang-undang, yang tengah dibahas di DPR ataupun yang sedang disiapkan sebagai usulan pemerintah untuk direvisi dinilai sebagai praktik “abusive” legislasi yang dilakukan DPR dan pemerintah. Tujuannya tak lain, untuk kepentingan politik hukum rezim saat ini dibandingkan kepentingan publik. Melalui revisi, pada akhirnya, kelembagaan hukum digunakan sebagai alat untuk melumasi kekuasaan.
Saat ini, sekurangnya ada dua undang-undang yang dalam proses revisi di DPR dan memperoleh sorotan masyarakat sipil. yakni: revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) dan revisi UU Kementerian Negara. Selain itu, usulan revisi UU Tentara Nasional Indonesia yang masih dalam pembahasan di pemerintah juga memperoleh sorotan dari masyarakat sipil.
Sejumlah kalangan menilai, pembahasan revisi sejumlah undang-undang yang dilakukan DPR dan pemerintah saat ini hanya untuk kepentingan politik hukum rezim saat ini. Hal itu supaya mereka punya keberlangsungan secara kepentingan, Atau, dalam istilah lain, revisi untuk mengamankan rezim mendatang.
Lalu, kalau sesuai dugaan bahwa DPR dan Pemerintah memang melakukan “abusive” legislasi lewat sejumlah revisi sejumlah undang-undang, bagaimana cara menghentikannya? Apakah ada mekanismenya bagi publik sebagai pemegang mandat tertinggi untuk tidak menyetujui produk legislasi yang dihasilkan?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Sholihin Bone, SH,MH (Dosen di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur), Dr. Teguh Yuwono (Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro Semarang), dan Edy K Wahid (Divisi Advokasi YLBHI). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: