Hakim Konstitusi Arsul Sani Tetap Ikut Tangani Sengketa Pemilu 2024 terkait PPP, Tapi Tidak Ikut Memutus, Bagaimana Cara Menghindari Conflict of Interest?

Conflict of Interest
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani yang berstatus sebagai mantan kader partai politik menuai polemik di tengah masyarakat. Sebab, sebagai salah satu hakim yang ke depan akan mengadili sengketa Pemilu dikhawatirkan akan terjadi conflict of interest sehingga tidak bisa memutus persoalan secara objektif dan independen.

Sebelumnya, dilansir dari CNN Indonesia (30/04), Juru Bicara MK Fajar Laksono, mengatakan, alasan hakim konstitusi Arsul Sani tetap mengikuti persidangan perkara sengketa Pemilu 2024 terkait PPP, namun tidak ikut memutus.

Fajar mengatakan undang-undang MK mengatur Panel Hakim minimal terdiri atas tiga hakim. Jika kurang dari tiga, maka panel tidak dapat bersidang. Fajar juga menyebut kuorum 7 hakim pada sidang pleno dan rapat permusyawaratan hakim.

Keterangan Arsul tidak memutus sidang perkara ini sebelumnya disampaikan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra saat mulai sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK RI 2, Jakarta, Senin 29 April 2024.

Arsul Sani merupakan salah satu hakim konstitusi yang pernah menjabat sebagai anggota DPR sekaligus politikus senior dari PPP. Saldi menjelaskan, dirinya menyampaikan penjelasan terkait Arsul itu di awal persidangan kepada semua pihak agar semuanya menjadi jelas sejak awal.

Lalu, ketika hakim konstitusi Arsul Sani tetap ikut menangani sengketa Pemilu 2024 terkait PPP, meski tidak ikut memutus: bagaimana cara menghindari conflict of interest? Bukankah ini mirip dengan kasus Anwar Usman, Hakim MK yang juga paman Gibran?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Dr. Aan Eko Widiarto (Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang/ahli Hukum Tata Negara) dan Luthfi Makhasin, Ph.D (Pengamat Politik/Dosen FISIP Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News