Semarang, Idola 92.6 FM-Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS menunjukkan tren pelemahan sejak awal 2024. Bahkan, mencapai level terendah sejak 20 tahun terakhir. Menurut sejumlah ekonom, dari sisi internal ada sentimen negatif yang membuat pasar tertekan. Salah satunya, adanya “rumor” tentang rencana utang jumbo Prabowo Subianto, sehingga membuat pasar menjadi grogi.
Namun, semua rumor dan kekhawatiran publik itu kini terbantahkan. Berdasarkan materi Press Conference yang dilakukan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani dan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Thomas Djiwandono, Senin kemarin seolah menjelaskan semuanya. Menkeu Sri Mulyani menyampaikan bahwa defisit anggaran akan dijaga dalam range 2.29-2.82% dari PDB. Dalam press conference tersebut juga disampaikan bahwa program makan bergizi sebesar Rp 71 triliun pada tahun 2025 sudah masuk dalam rentang defisit ini.
Hal ini berarti: Pertama, kebijakan fiskal yang berhati-hati akan dilanjutkan. Kedua, tambahan program pemerintah yang baru sudah tercakup dalam rentang defisit 2.29-2.82% dari PDB. Ini juga berarti pemerintah saat ini dan kedepan akan tetap menjaga disiplin fiskal dibawah 3%. Dan, ketiga, dengan rentang defiit 2.29-28.2%, perkiraaan rasio utang/PDB tahun 2025 akan berada pada kisaran 37-38%. Angka ini bahkan lebih rendah dari rasio utang/PDB tahun 2023 yang sebesar 39%. Angka ini jelas jauh lebih rendah dari spekulasi pasar bahwa rasio utang/PDB akan menjadi 50%.
Lalu, ketika spekulasi hutang jumbo prabowo Subianto di era kepemimpinannya mendatang terbantahkan, maka, seberapa besar hal itu mampu menepis kekhawatiran pasar domestik?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Senior ekonom INDEF, Tauhid Ahmad. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: