Semarang, Idola 92.6 FM – Fenomena El Nino yang muncul sejak April 2023 mulai melemah tetapi dampak terkuatnya bakal dirasakan pada 2024. Sejumlah daerah diperkirakan mengalami kekeringan dan gagal panen. Demikian dilansir dari Kompas.id (07/03/2024).
Laporan terbaru Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) yang dirilis pada Selasa 5 Maret 2024 mengungkapkan, ada sekitar 60 persen kemungkinan El Nino akan bertahan selama bulan Maret – Mei 2024 dan 80 persen kemungkinan kondisi netral pada April hingga Juni 2024. Ada kemungkinan La Nina akan terjadi pada akhir tahun ini, tetapi kemungkinan tersebut belum pasti.
El Nino terjadi rata-rata setiap dua hingga tujuh tahun dan biasanya berlangsung selama 9-12 bulan. Hal ini merupakan pola iklim alami yang terkait pemanasan permukaan laut di Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur. Hal ini memengaruhi pola cuaca dan badai di berbagai belahan dunia. Namun, hal ini terjadi dalam konteks perubahan iklim akibat aktivitas manusia.
Mengacu laporan Organisasi Pangan dan Pert
anian (FAO), El Nino pada tahun 1997 – 1998 berdampak pada penurunan panen padi sebesar 3,6 persen pada tahun 1998 dibandingkan panen tahun 1997.
Ada sebuah ungkapan, “We cannot direct the wind, but we can adjust the sails.” Kita tidak bisa mengarahkan angin, tapi kita bisa mengatur layarnya.” Lalu, dalam konteks cuaca ekstrem dan fenomena El Nino, bagaimana cara kita mengatur layar? Bagaimana memitigasi dampaknya, khususnya di bidang pangan dan kebencanaan?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Eko Cahyono, MSi (Peneliti dan Pegiat Sajogyo Institute dan Mahasiswa Doktoral Sosiologi Pedesaan IPB University) dan Prof Syafrudin (Pengamat lingkungan dari Universitas Diponegoro Semarang). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: