Semarang, Idola 92.6 FM – Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menerbitkan fatwa larangan mengucapkan selamat hari raya kepada agama lain menuai kontroversi. Keyakinan satu agama yang ditempatkan di ranah publik yang majemuk akan menjadi rancu dan menimbulkan perdebatan.
Sejumlah kalangan menilai, ada perkara yang bersifat internal umat beragama dan ada pula perkara yang bersifat eksternal atau antarumat beragama. Oleh karena itu, perkara tersebut perlu didudukkan pada dua ranah yang berbeda. Fatwa MUI tersebut tidak ditujukan dalam konteks eksternal umat Islam.
Mereka menilai, fatwa MUI tersebut menjadi tidak tepat karena ditempatkan di forum eksternal. Seperti diketahui, fatwa itu diputuskan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Bangka Belitung, pada 30 Mei 2024 dan disiarkan ke publik melalui beragam media.
Lalu, bagaimana membaca Fatwa MUI tentang larangan mengucapkan selamat pada agama lain? Apakah fatwa ini bersifat mengikat? Kemudian, apa sesungguhnya orientasi MUI dalam konteks kerukunan antarumat beragama yang sekarang terjalin?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Cendekiawan Nahdlatul Ulama, Ulil Abshar Abdalla. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: