Semarang, Idola 92.6 FM – Asosiasi Pengajar Hukum Adat mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara untuk meminta ditambahkannya satu kementerian baru yang khusus mengurus masyarakat hukum adat. Keberadaan kementerian khusus ini dipandang penting untuk penguatan masyarakat hukum adat yang kian termarjinalkan, tidak diurus secara serius, dan kerap menjadi korban kekerasan Negara.
Permohonan uji materi ini telah didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi pada Senin 20 Mei 2024. Asosiasi Pengajar Hukum Adat diwakili oleh Laksanto Utomo selaku ketua dan Rina Yulianti selaku sekretaris jenderal, dengan didampingi oleh kuasa hukum Viktor Santoso Tandiasa.
Dalam siaran persnya, Viktor mengungkapkan, pihaknya menguji Pasal 5 ayat (2) UU Kementerian Negara dengan meminta MK menambahkan frasa ”masyarakat hukum adat” pada pasal tersebut.
Dengan demikian, nantinya pasal tersebut berbunyi, ”Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (2) Huruf b yang meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, masyarakat hukum adat, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.”
Lalu, apa relevansi pembentukan kementerian urusan adat? Apa saja tupoksinya? Apakah lembaga yang selama ini sudah ada tidak mewakili kepentingan masyarakat adat?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Pakar Hukum Adat dari Universitas Trunojoyo Madura dan sebagai Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, Dr Rina Yulianti. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: