Apa Baik-Buruknya Ketika Dua Ormas Terbesar yang Mewakili Mayoritas Populasi Indonesia Menerima “Pemberian” dari Pemerintah untuk Mengelola Tambang?

Dipisahkan Qunut Disatukan Tambang
Aktivis kritik NU dan Muhammadiyah soal tambang. (Sumber/X)
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Pimpinan Pusat Muhammadiyah secara resmi menerima konsesi izin usaha pertambangan atau izin tambang tawaran pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Kesepakatan itu diambil dalam Rapat Konsolidasi Nasional yang digelar di Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (28/07) lalu.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, Muhammadiyah berkomitmen memperluas dan memperkuat dakwah dalam ekonomi. Hal ini termasuk dalam pengelolaan tambang. Ia menyatakan, keputusan Muhammadiyah menerima izin pengelolaan tambang ini berdasarkan analisis dan kajian komprehensif dengan melibatkan pakar, termasuk internal pengurus Muhammadiyah. Muhammadiyah mempertimbangkan aspek-aspek sosial, hukum, dan lingkungan, selama dua bulan terakhir.

Dengan keputusan ini, maka Muhammadiyah menjadi organisasi kemasyarakatan keagamaan kedua yang menerima izin tambang. Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sudah lebih dulu menyatakan menerima. Hal ini merespons kebijakan Pemerintah yang memberikan ormas keagamaan kesempatan dapat izin tambang batubara yang diumumkan pada awal Juni 2024 lalu.

Spanduk sindiran massa aksi
Spanduk sindiran massa aksi untuk Muhammadiyah dan NU. (Photo/Kumparan)

Kebijakan izin tambang ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara.

Lewat aturan ini, ormas keagamaan dapat diprioritaskan sebagai penerima penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus eks Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara.

Lalu, apa baik dan buruknya, ketika dua organisasi keagamaan terbesar yang mewakili mayoritas populasi Indonesia menerima “pemberian” dari pemerintah untuk mengelola tambang? Bagaimana cara menepis kesan bahwa organisasi keagamaan tersebut tidak berjarak dengan politik kepentingan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Alfarhat Kasman (Juru Kampanye JATAM Nasional) dan Eko Cahyono (Sosiolog dari IPB University juga peneliti Sajogyo Institute).ย (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: