Semarang, Idola 92.6 FM – Menurut studi tahun 2019 yang dilakukan oleh peneliti Richard Lynn dan David Becker di Ulster Institute—sebuah universitas negeri di Irlandia Utara, enam negara yang berada di Top 6 “Ranking IQ dunia” semunya merupakan negara Asia, terutama Asia Timur. Yaitu, Jepang, Taiwan, Singapore, Hong Kong, China, dan Korea Selatan.
Sementara, Indonesia berada di peringkat 130, dengan rata-rata skor 78. Indonesia berada di bawah Kuwait (peringkat 129) dan di atas Papua New Guinea di peringkat 131.
Kalau kita bisa kuliah S1, maka biasanya skor IQ kita berada antara 105 sampai dengan 110. Jadi, kenapa rata-rata skor IQ RI hanya sebesar 78? Kemungkinan besar karena mutu pendidikan kita yang masih kurang merata dan kurang bagus. Ambil contoh, India yang skor IQ-nya juga rendah—bahkan lebih rendah dari pada RI. Artinya, diaspora India yang selama ini sukses di perusahaan-perusahaan teknologi di Silicon Valley, mungkin hanya 1% populasi. Dan, yang jenius hanya 1% itu.
Sementara 99% sisanya, masih rendah IQ dan pendidikannya. Mirip dengan kasus dengan RI. Ada yang IQ-nya 120 tapi hanya 0,5% jumlahnya. Sisanya ber-IQ rendah.
Enam ranking di atas menunjukkan dominasi IQ China, baik china yang berada di Tiongkok, Taiwan, Hongkong dan Singapore. Apakah ada hubungannya antara etnis dengan skor IQ? Hal ini pernah ada studinya. Orang Indonesia yang keturunan Tionghoa rata-rata IQ-nya pasti di atas 78 sekitar 110-an rata-rata.
Rata-rata IQ di Jawa, mungkin juga lebih tinggi daripada rata-rata di Papua atau NTT. IQ murid-murid di area kota, juga mungkin lebih tinggi daripada di pedalaman. Karena kualitas pendidikan di pedalaman masih rendah, maka berdampak pada skor literasi dan skor IQ yang rendah juga.
Lalu, apakah soal rendahnya skor IQ ini mengindikasikan Nature atau keturunan–ataukah Nurture yaitu factor pengasuhan? Benarkah karena belum meratanya mutu pendidikan? Lalu, bagaimana cara meningkatkan index’s rata-rata kecerdasan nasional?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Prof Cecep Darmawan (Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, sekaligus pengamat kebijakan pendidikan), dr Hasto Wardoyo (Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)), dan Dr Jejen Musfah, M.A (Pengamat Pendidikan/Wasekjen PB PGRI). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: