Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Joko Widodo baru-baru ini menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di laut. Aturan tersebut memuat rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi berupa pasir laut.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan, hasil analisa Pusat Kajian Maritim, menemukan adanya dugaan terbitnya peraturan pemerintah nomor 26 tahun 2023 dengan penghalusan bahasa: “sedimentasi laut,” merupakan upaya pemerintah untuk mengenjot Pendapatan Negara Bukan Pajak. Sikap ini diambil di tengah besarnya utang pemerintah dan tidak kunjung jelasnya investor proyek ibu kota negara (IKN).
Di Luar itu, pemerintah memang sengaja membuka keran investasi termasuk di sektor tambang pasir laut karena momentum Pemilu 2024 sudah semakin dekat. Hal itu untuk memudahkan para politisi mendapatkan dana politik.
Tapi, setelah 20 tahun dilarang, kini Presiden resmi mengizinkan kembali ekspor pasir laut: apakah hal ini sesuai dengan semangat zaman, ketika isu perubahan iklim menguat…bahkan Indonesia sendiri menetapkan transisi energi, menuju zero emisi?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: