Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam catatan sejarah kemerdekaan bangsa, santri berperan besar dalam memperjuangkan kemerdekan Republik Indonesia. Pada 22 Oktober Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari atas nama NU, mendeklarasikan sebuah seruan Jihad Fii Sabilillah.
Fatwa jihad inilah yang kemudian digelorakan oleh Bung Tomo melalui radio—disertai dengan teriakan ‘Allahu Akbar’ sehingga berhasil membangkitkan semangat juang kalangan santri untuk melawan tantara sekutu. Para kiai dan santri kemudian bergabung dengan pasukan Sabilillah dan Hizbullah yang terbentuk sebagai respons atas Resolusi Jihad. Kelompok inilah yang kemudian berperan penting dalam peristiwa 10 November yang kini selalu kita peringati sebagai Hari Pahlawan.
Presiden Joko Widodo dalam peringatan Hari Santri 2023 yang digelar di Tugu Pahlawan, Surabaya, minggu kemarin menyampaikan apresiasinya terhadap kiprah santri yang menjadi pilar kekuatan bangsa sejak zaman perjuangan kemerdekaan hingga saat ini.
Menurut Presiden, santri merupakan pilar kekuatan bangsa, pondasi kekokohan bangsa, yang sudah terbukti sejak zaman perjuangan. Jokowi mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar. Di seluruh wilayah Indonesia terdapat 36 ribu santri–yang menurut Presiden, merupakan sebuah kekuatan besar sekaligus penentu masa depan bangsa.
Lalu, merefleksikan peringatan Hari Santri Nasional 2023, bagaimana peran santri yang relevan di zaman kekinian? Apa pula peran dan tantangan santri dalam turut berkontribusi menuju Indonesia Maju 2045?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni Guru Besar UIN Walisongo Semarang, Prof. H.M. Mukhsin Jamil. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: