Semarang, Idola 92.6 FM – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini mengungkap temuan peningkatan transaksi mencurigakan terkait dana kampanye Pemilu 2024. Yang cukup membuat publik tercengang, jumlah dana tersebut mencapai lebih dari setengah triliun Rupiah di rekening bendahara parpol.
PPATK menjelaskan, indikasi transaksi mencurigakan muncul dari kejanggalan aktivitas rekening khusus dana kampanye. Arus transaksi di rekening khusus dana kampanye seharusnya naik karena uang yang tersimpan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan. Namun, saat ini, transaksi melalui rekening khusus cenderung tak bergerak. Pergerakan uang justru diduga terjadi pada rekening lain.
Atas temuan itu, penyelenggara, pengawas pemilu, dan penegak hukum diminta serius menindaklanjuti temuan PPATK mengenai transaksi mencurigakan tersebut. Aparat juga diingatkan agar tak hanya mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu/ tetapi juga memanfaatkan instrumen lain di luar Undang-Undang Pemilu untuk menindak pelanggaran.
Menyikapi hal itu, Bawaslu saat ini masih mendalami data transaksi yang diberikan PPATK. Hasil analisis Bawaslu akan segera disampaikan ke publik pekan ini.
Lalu, siapa yang mesti menindaklanjuti temuan PPATK tentang peningkatan transaksi mencurigakan terkait dana kampanye Pemilu 2024? Mungkinkah penindakan tak hanya terpaku pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tetapi juga memanfaatkan instrumen lain di luar UU Pemilu? Di sisi lain, apakah kasus ini mengkonfirmasi—masih tingginya biaya politik—sehingga membuka celah adanya “transaksi”?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Titi Anggraini (Pengajar hukum pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia) dan Totok Hariyono (Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: