Demak, Idola 92.6 FM – Untuk meningkatkan kapasitas di ranah penulisan kreatif, sekaligus memotivasi para siswa, Yayasan Pondok Pesantren Al Hadi Girikusuma Mranggen Demak menggelar diskusi sastra, di Madrasah Aliyah (MA) Al Hadi, Sabtu (30/09) lalu. Puluhan siswa dan guru antusias mengikuti diskusi sekaligus bedah buku kumpulan cerpen Desa Kami yang Membisu karya Akhil Bashiroh.
Hajatan sastra untuk pertama kalinya ini menghadirkan narasumber: Akhil Bashiroh, S.S, S.Pd (cerpenis kelahiran Mranggen) dan Muhibin, S.Pd, M.Hum (Guru Bahasa Indonesia MTs Al Hadi). Acara dipandu Sukiswanto, S.Pd (guru Bahasa Inggris MTs Al Hadi).
Dalam sambutan saat membuka acara, Kepala MTs Al Hadi, Wildan, S.Pd, menyampaikan, acara ini merupakan acara bersejarah bagi YPP Al Hadi. Kegiatan diskusi dan bedah buku sastra ini m erupakan pertama kalinya digelar di YPP Al Hadi. Dan, kebetulan buku yang dibedah adalah buku karya alumninya. Tercatat, Akhila—panggilan akrab Akhil Bashiroh merupakan alumnus MTs dan MA di YPP Al Hadi. Pada jenjang MTs lulus pada 2009 dan MA lulus pada 2012.
“Semoga kegiatan ini bermanfaat utk kita semua, utamanya untuk para siswa di YPP Al Hadi,” harap Wildan.
Pada para siswa, Wildan meminta mereka terus mencari jati diri dalam proses belajarnya. Terus meningkatkan rasa ingin tahu (curiosity) pada ilmu pengetahuan, termasuk seni sastra.
“Sebab, kita tidak tahu, kita akan jadi apa ke depan. Yang penting kita semangat dalam tholabul ilmi. Siapa tahu di antara para siswa yang mengikuti acara ini di masa datang akan menjadi penulis seperti mbak Akhil Bashiroh,” ujar Wildan seraya disambut dengan kata “amin” bersama-sama oleh hadirin.
Dominan Tema Kemuraman
Sementara itu, dalam ulasannya, Muhibin menyampaikan, tema-tema dalam buku ini, dominan menggambarkan kesedihan dan kemuraman. Mayoritas mengisahkan kematian. Baik kematian dalam arti sesungguhnya maupun “kematian” simbolik.
“Tidak hanya kematian fisik, tapi kematian non-fisik seperti kemarian ekologis, kematian harapan, hingga ketidakpercayaan. Penulis konsisten mengangkat tema kesedihan seperti dalam judul buku ini,” ujar lulusan Program Pascasarjana Undip Semarang ini.
Dalam kesempatan itu, Muhibin juga menyampaikan kritik sastranya. Pada cerpen berjudul “Komeng”, penulis menyebut sebuah perusahaan dengan perusahaan X. Ia mempertanyakan, kenapa harus disebut dengan perusahaan X. Kenapa tidak disamarkan dengan memberi label nama/inisial/samaran, atau cukup perusahaan saja?
“Dengan menyebut perusahaan X. Ini menunjukan ambiguitas. Ada keraguan dalam diri penulis—entah apa motif di baliknya. Padahal, di dalam teks ini perusahaan itu bernilai positif. Kalau faktornya memang tidak mau menyebutkan, tak masalah. Tapi kalau saya lebih condong untuk disebutkan. Sehingga, referensi masyarakat jelas. Atau referensi pembaca jelas,” ujarnya.
Di hadapan siswanya, tak lupa, Muhibin mendorong agar para siswanya mulai menulis apapun sesuai minat masing-masing. Dari pada curhat di media sosial, lebih baik curhat melalui tulisan, entah jenisnya puisi, cerpen, atau catatan harian (diary).
“Tulislah pikiranmu agar lebih bermakna. Dari pada hanya dibuat status di medsosmu,” pesan Muhibin.
Tiap Orang Berpotensi Menjadi Penulis
Di hadapan majelis penikmat sastra Al Hadi, Akhil bertutur, sebagian besar ide Desa Kami yang Membisu, lahir kala Pandemi Covid-19. Beberapa cerita merespons situasi orang-orang saat Pandemi atau berdasarkan kisah nyata (true story) fenomena lingkungan sekitar. Tema lain yang saya angkat juga menyangkut kritik sosial atas nama pembangunan yang mengabaikan aspek lingkungan.
Kumcer Desa Kami yang Membisu diterbitkan oleh Penerbit Sangkar Arah Pustaka, Kangkung, Kendal, Juli 2023. Terdiri dari 14 cerpen yang ditulis selama kurun 2020-2023. “Sebagian tema terinspirasi dari peristiwa di Banyumeneng Mranggen. Sebagian lagi, dari apa yang saya lihat, amati, dan rasakan di Meteseh Boja—tempat tinggal saya,” ujarnya.
Salah satu tema yang ia usung adalah kritik sosial dan pembangunan. Menurutnya, ada kecenderungan ke depan bahwa atas nama pembangunan, lingkungan boleh dinomorduakan. Bahwa atas nama pemerataan ekonomi, aspek ekologis diabaikan.
“Padahal, dampak lingkungan ataupun ekologis itu juga nantinya yang akan menjaid korban adalah manusia-manusia itu sendiri. Misal, banjir bandang, krisis air bersih, longsor, atapun masifnya alih fungsi lahan. Apalagi sekarang dunia telah mengalami perubahan iklim, bisa dibayangkan semakin rentannya bumi yang kita diami ini.” ujar ibu dari Kidung Katarina Namira ini dengan nada prihatin.
Pada para siswa, Akhil bercerita, menjadi penulis memang tidak mudah. Namun, ketika sudah diniati dan komitmen, hal itu akan menjadi kebiasaan. Hal itu juga bedasarkan pengalaman yang ia rasakan selama ini.
“Awalnya memang berat, tapi jika sudah terbiasa, ia akan menemukan kebahagiaan yang tak didapatkan orang yang tak menulis,” ujar lulusan Universitas Negeri Semarang (UNNES) ini.
Menurut Akhil, semua orang asal tidak buta huruf, berpotensi menjadi penulis sesuai bidang masing-masing. Namun, semua bergantung pada masing-masing, apakah serius menempuh jalan itu atau tidak? Apakah istikamah/komitmen atau tidak?
Sebab, menurut Akhil, bagi orang yang hendak menekuni profesi menulis, harus ada pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran. Pada awalnya, menulis memang harus dipaksa. Lambat laun akan terbiasa. Baginya, menulis adalah kebutuhan, dan menjadi salah satu bentuk aktualisasi diri.
“Juga bertujuan menerima dan menyadari keadaan diri sendiri dan kemudian dituangkan melalui tulisan. Ini sebagai terapi jiwa dan olah rasa bagi diri saya pribadi sebagai orang yang masih terus berproses menjadi manusia baik,” tutur Juara 1 Event Cerpen Nasional 2023 yang diselenggarakan IPPNU Kabupaten Bandung Barat beberapa waktu lalu.
Siswa Antusias Bertanya
Dalam forum diskusi, tak hanya para narasumber yang melontarkan gagasannya. Para siswa MA Al Hadi pun aktif bertanya. Tercatat ada puluhan siswa yang bertanya pada para narasumber. Bahkan, ada pula yang berargumen untuk merespons pernyataan narasumber.
Beberapa siswa yang aktif itu, antara lain: Zahra (kelas XI.1) yang menanyakan kenapa penulis lebih memilih menulis cerpen bukan yang lain? Kemudian M Azka Hikamil bertanya tentang apakah cerpen-cerpen bisa lahir dari kisah nyata? Lalu, Nur Hasanah mempertanyakan, soal analisa Muhibbin bahwa menuliskan perusahaan X adalah pilihan penulis dengan pertimbangan matang karena X itu sendiri adalah nama/inisial.
Merespons itu, pun Akhil menyampaikan, cerpen sebagai genre pertama yang ia tekuni dari dulu hingga saat ini. Ia pun juga sedang belajar menulis novel sembari tetap menganggit cerpen. Menjawab pertanyaan, apakah cerpen bisa jadi kisah nyata? Ia berujar, “Ya, tentu saja bisa karena sebagian cerpennya juga terinspirasi kisah nyata sehari-hari. Diangkat dari kisah nyata, tapi kemudian tidak nyata karena telah menjadi fiksi/dunia rekaan,” jelas Akhil.
Akhil bercerita, dirinya lahir di keluarga dengan ekonomi pas-pasan. Ia hidup di Dusun Kedung Dolog Desa Banyumeneng Mranggen yang dikelilingi pondok pesantren. Bahkan, ia hampir putus sekolah saat mengenyam pendidikan di sekolah naungan YPP Al-Hadi. Namun, semangat juangnya terus menyala.
“Saya ngugemi pepatah, mimpilah setinggi langit setidaknya kalau jatuh, kau akan jatuh di antara bintang-bintang,” ujarnya perempuan kelahiran Demak, 24 Juni 1994 ini.
Tonggak penting Akhil mulai aktif dan serius di dunia kepenulisan dimulai dari Gunungpati. Ia mengikuti kelas cerpen sejak tahun 2016 di kedai ABG dekat kawasan Kampus UNNES Gunungpati. Di bawah asuhan sastrawan cum jurnalis Gunawan Budi Susanto, ia mulai menemukan jalan hidup, menjadi penulis sastra, terutama genre cerita pendek.
Dari proses itu, ia kemudian menerbitkan kumcer Menunggu Kelahiran (KLM, 2017). Saat ini, ia juga aktif di Pondok Baca Ajar di Desa Meteseh dan Komunitas Lerengmedini (KLM) Boja.
Pada pungkasan acara, Akhil memotivasi siswa untuk terus menemukan potensi yang ada dalam diri masing-masing. Setelah menemukan lanjutkan dengan proses untuk bersungguh-sungguh mewujudkannya. “Mungkin suatu saat nanti kalian lebih pintar atau lebih sukses dari pada guru-guru kalian. Tapi, ingatlah, keberkahan itu, berasal dari guru-guru kalian,” tandas nya. (her/tim)