Semarang, Idola 92.6 FM – Undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang baru-baru ini disahkan, salah satu isinya memperbolehkan TNI dan Polri mengisi jabatan ASN. Aturan itu dituangkan dalam Pasal 19. Adapun jabatan ASN terdiri dari jabatan managerial dan jabatan nonmanajerial.
“Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN. Pada jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,” demikian bunyi Pasal 19.
Pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan Polri dilaksanakan pada instansi pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Merespons hal itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras Undang-undang ASN yang memperbolehkan TNI dan Polri mengisi jabatan ASN. Hal itu dikatakan Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya. Menurut Dimas, ketentuan itu merupakan pembangkangan terhadap hukum dan semangat reformasi yang menghendaki penghapusan dwifungsi ABRI serta penguatan terhadap supremasi sipil.
Lalu, apakah ada urgensi sehingga TNI/Polri bisa menduduki jabatan sipil? Selain bertentangan dengan amanat reformasi, bukankah hal itu juga berpotensi menggerus profesionalisme TNI-Polri?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: